oleh

Ketua LEADHAM Internasional : Semoga Petitum Kita dimenangkan Secara Keseluruhan

Jakarta, PublikasiNews.Com – Saya sebagai ketua Leadham mengingat, dan melihat, mendengar fakta persidangan yang sudah dipaparkan oleh para saksi. Baik saksi fakta dan juga saksi fakta sebagai penghuni apartemen Taman Rasuna, serta saksi ahli yaitu Prof DR. Payaman J Simanjuntak, AFU yang dimana beliau ini adalah ahli di bidang hubungan ketenagakerjaan dan perselisihan buruh

Hal ini yang disampaikan Dr (H.C), Ir. Rismauli D. Sihotang, selaku Ketua Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Advokasi Hak Azasi Manusia (DPW LEADHAM) Internasional Jawa Tengah saat menjawab pertanyaan awak media jelang persidangan dengan agenda putusan kasus perselisihan perburuhan antara karyawan tetap (eks security) dengan manajemen Perhimpunan Penghuni Apartemen Taman Rasuna (PPATR) yang kini menjadi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Apartemen Taman Rasuna (PSRS ATR) yang kembali akan digelar Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) DKI pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Gunung Sahari Selatan Kemayoran Jakarta pusat pada, Rabu (24/4/2019).

Kuasa hukum penggugat, Urlikus Laja, SH (tengah) dan Wilvridus Watu, SH (kanan) serta Koordinator ‘Gerbong Terakhir’, Roni Hendrawan (kiri) saat berkoordinasi sebelum persidangan digelar.(dok-istimewa)

Seperti diketahui dalam sidang ke-17 sebelumnya saat agenda kesimpulan yang dilaksanakan pada hari Rabu, 10 April 2019 telah dapat dipahami apa yang disampaikan majelis hakim. Oleh sebab itu, Risma mengatakan bahwa intisari daripada kesaksian yang ditanya para pihak, baik dari tim lawyer tergugat maupun tergugat sudah sangat jelas pemahamannya. “Maka dapat disimpulkan bahwasanya didalam hal (dugaan) pemecatan sepihak oleh manajemen PPATR terhadap eks Security berjumlah 36 orang yang telah bekerja dengan masa pengabdian hingga 20 tahun, dan rata-rata 10 sampai 15 tahun di apartemen Taman Rasuna,” tuturnya.

Masih kata Risma, kesimpulannya adalah meliputi, pertama saksi ahli ; pemecatan atau efisiensi PHK yang dilakukan karena menganti sistem dari karyawan tetap menjadi sistem outsourching. “Boleh-boleh saja menurut saksi ahli, Prof DR. Payaman asalkan hak-hak mereka diselesaikan terlebih dahulu,” ujar Risma.

“Kedua dengan adanya (dugaan) rekayasa manajemen konflik yang diciptakan sehingga tidak adanya konfromise antara tenaga kerja dengan pengusaha, dalam hal ini manajemen PPATR. Maka terjadi konflik, lalu penguasa (PPATR) memindahkan mereka (Security) ketempat yang tidak sesuai dengan bidang mereka,” kata Risma lagi.

Akan tetapi, lanjut Risma dengan rentetan peristiwa yang disaksikan melalui fakta persidangan berjumlah 2 orang daripada eks Security. “Mereka yang sama-sama mengalami juga, dan dukungan daripada para penghuni lebih kurang berkisar 100 orang acak dari beberapa tower apartemen Taman Rasuna. Jadi disitu mereka (penghuni) dukung, untuk diberikan haknya dan mendukung atas keberatan eks Security 36 orang yang dipecat sepihak dengan secara semena-mena,” ungkap Risma.

Selain itu, Risma juga menjelaskan bahwa lawyer dari pihak tergugat sampai saat ini, sidang akhir (sampai agenda kesimpulan). “Pemeriksaan saksi dari pihak manajemen PPATR tidak dapat menghadirkan saksi-saksi mereka terhadap apa peristiwa yang mereka benarkan menurut pihak mereka (manajemen PPATR),” terangnya.

Dalam penuturannya Risma juga memaparkan, menurut Prof DR. Payaman hal itu adalah penyelundupan hukum, yaitu kenapa disebut seperti itu karena sepatutnya selesaikan dulu persoalan pertama. “Yakni masalah mau ganti sistem dari pegawai tetap ke outsourching, baru kemudian pada (Security) yang berikut apabila mereka masih mau kerja disitu berarti bukan pegawai tetap lagi jadi outsourching,” ulasnya.

“Akibat dari PHK mau Menganti sistem berarti pihak manajemen mempensiunkan karyawan, maka harus dibayarkan hak-hak pensiun mereka 2 kali PMTK plus hak-hak lainnya. Dan pihak manajemen mau menghindari ini, karena merupakan bom waktu. Dengan memindahkan karyawan ketempat-tempat yang tidak paham tanpa adanya sosialisasi yang kemudian membuat karyawan tidak betah,” ucapnya lagi.

“Nah, inilah yang disebut penyelundupan hukum oleh pengusaha terhadap karyawan karena ingin menghindari hak-hak yang seharusnya diberikan yang diatur dan diperintah oleh UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003,” jelas Risma.

Risma juga menghimbau kepada 3 majelis hakim ini, 2 hakim Adhoc dan 1 yang mulia hakim ketua supaya kiranya memperhatikan, menimbang dan menganalisa peristiwa tentang hak-hak orang kecil yang selalu diabaikan pengusaha dan perusahaan. “Dalam hal ini manajemen PPATR seperti yang sudah dijelaskan oleh saksi ahli dan saksi fakta. Kiranya pak dari hakim ketua mengetuk atas seijin yang maha kuasa memihak kepada kebenaran,” imbaunya.

“Berikanlah hak kepada yang punya hak karena anda sudah diberikan juga hak anda sebagai penguasa dan kewajiban daripada pekerja itu, hak adalah hak dan kewajiban adalah kewajiban. Tidak ada penguasa mengambil seluruh hak orang-orang yang dikuasai begitu juga sebaliknya, semoga ini dapat dilaksanakan dan keadilan masih punya ruang kepada orang-orang kecil. Dimana penguasa selalu melakukan untuk melegitimasi, merekayasa secara sistemik dengan menyelipkan penyelundupan-penyelundupan hukum untuk pembelaan diri. Salam kemanusiaan yang berkeadilan.[]Jar/red

Komentar

News Feed