oleh

Akibat Akta Pengakuan Hutang Fiktif Oleh PT CGS-CIMB Sekuritas Indonesia Nasabah Dinyatakan Berhutang Senilai Rp.18.634.208.627,-

Jakarta, Publikasinews.com – Sidang di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang masih berlangsung sampai saat ini dan belum di putus. Perkara Nomor. 42044/VII/ARB-BANI/2019 antara  Yahya Basamalah selaku pemohon melawan Adib dan Murod selaku termohon.

Perusahaan Perantara Pedagang Efek PT. CGS-CIMB Sekuritas Indonesia yang berkedudukan di Jakarta dan beralamat di Gedung Bursa Efek Indonesia tower 2, Lantai 20, Jalan Jenderal Sudirman Kavling 52-53, Kelurahan Senayan, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan 12190, mengajukan Permohonan Wanprestasi selaku Pemohon terhadap Yahya Basamalah selaku Termohon kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berdasarkan perjanjian Pembukaan Rekening Efek Regular atas nama Termohon, Adib dan Murod.

Perkara Arbitrase tersebut telah terdaftar dalam perkara Nomor 42044/VII/ARB-BANI/2019 tanggal 31 Juli 2019 dengan Majelis Arbiter yang diketuai oleh Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., FCBArb., Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, S.H., FCBArb., dan Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.H., LL.M., FCBArb masing-masing selaku anggota arbiter.

Adapun Termohon diwakili oleh para Advokat yang tergabung pada Kantor Rey & Co Jakarta Attorneys at Law yang diwakili oleh Alessandro Rey, SH., MH., MKn., BSC., MBA., LUTCF, LUF, FSS, CPM, CLA, IPC, CRA, CTA, CLI, CTL, CCL., Kartika Sari Putri, SH, MH., dan Lukman Wicaksono, SH., yang berkedudukan di Jakarta dan beralamat di Wisma Bayuadji Lantai 2 Suite 205, Jalan Gandaria Tengah III Nomor 44, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12130. Sedangkan Kuasa Hukum Pemohon adalah kantor Advokat Bayuputra Hutasoit Ganie (BHG) yang diwakili oleh Audy Bayu Putra, S.H., M.H., Nadia Saphira Ganie, S.H., LL.M., dan Aditya Bagus Anggariady, S.H., yang beralamat di Graha Mitra Lantai 3, Jalan Pejaten Barat Raya Nomor 6, RT.001/RW.008, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

“Nasabah yang menjadi Termohon dalam perkara a quo menandatangani perjanjian pembukaan rekening efek regular pada tanggal 24 Oktober 2014 yang pada pokoknya hanya mengakui cash statement sebagai satu-satunya alat bukti yang sah dalam transaksi dan mengakui lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih adalah Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), lalu Termohon melakukan penyetoran uang senilai Rp.825.000.000,- (delapan ratus dua puluh lima juta rupiah) dan transfer efek dari mandiri sekuritas”, ujar Rey.

“ADIB membuka akun dan menandatangani perjanjian pembukaan rekening efek regular pada tanggal 24 Desember 2014 yang pada pokoknya hanya mengakui cash statement sebagai satu-satunya alat bukti yang sah dalam transaksi dan mengakui BAPMI sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih”, kata Rey.

“MUROD membuka akun dan menandatangani perjanjian pembukaan rekening efek regular pada tanggal 29 Januari 2015 yang pada pokoknya hanya mengakui cash statement sebagai satu-satunya alat bukti yang sah dalam transaksi dan hanya mengakui BAPMI sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih”, jelas Rey.

Lebih lanjut sambung Rey, “Termohon terkejut karena akun Adib dan Murod menjadi hilang dan digabungkan dengan akun Termohon padahal sebelumnya Murod tidak pernah memberikan kuasa kepada Pemohon untuk menggabungkan akun mereka dan kepada Termohon untuk melakukan transaksi, jika Surat Kuasa yang dimaksud Pemohon adalah Surat Kuasa Adib yang tidak ada aslinya dan tidak bertanggal maka Surat Kuasa tersebut tidak sah”, tegas Rey.

“Bahwa berdasarkan Pasal 1795 KUHPerdata dalam setiap pemberian Kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum meliputi kepentingan pemberi kuasa, sehingga setiap pembuatan Surat Kuasa harus mencantumkan kepentingan pembuatan Surat Kuasa dan tanggal dimulainya kuasa tersebut”, jelas rey.

“Bahwa dalam cash statetment yang diterbitkan oleh Pemohon dicatat bahwa Termohon pada tanggal 18 Desember 2014 telah melakukan transaksi senilai Rp.27.272.894.016,72 (dua puluh tujuh milyar dua ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu enam belas koma tujuh puluh dua rupiah), padahal sebelumnya Termohon tidak pernah mengajukan ataupun membuka rekening efek margin (rekening pembiayaan) dan Termohon tidak pernah memberikan perintah/instruksi/order dalam bentuk tulisan maupun lisan/rekaman untuk melakukan transaksi senilai Rp.27.272.894.016,72 (dua puluh tujuh milyar dua ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu enam belas koma tujuh puluh dua rupiah)”, ujar Rey.Jika benar Termohon sebelumnya telah membuka rekening efek margin maka transaksi senilai Rp.27.272.894.016,72 (dua puluh tujuh milyar dua ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu enam belas koma tujuh puluh dua rupiah) telah melebihi 65% (enam puluh lima perseratus) dan transaksi tersebut melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan V.D.6 (selanjutnya disebut “POJK V.D.6”) Nomor 6 huruf a angka 4”, tambah R“Bahwa POJK V.D.6 nomor 6 huruf a

angka 4 pada pokoknya menyatakan nilai pembiayaan dana atas Transaksi Margin yang dapat diberikan oleh Perusahaan Efek kepada nasabah paling banyak 65% (enam puluh lima perseratus) dari nilai Jaminan Pembiayaan, namun atas transaksi Termohon senilai Rp.27.272.894.016,72 (dua puluh tujuh milyar dua ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu enam belas koma tujuh puluh dua rupiah) telah melebihi limit 65% (enam puluh lima perseratus) dari nilai jaminan Termohon atau sekitar 3,000% (tiga ribu perseratus) dari nilai jaminan yang Termohon miliki yaitu Rp. 825.000.000,- (delapan ratus dua puluh lima juta rupiah)”, jelas Rey.

“Atas transaksi Termohon senilai Rp.27.272.894.016,72 (dua puluh tujuh milyar dua ratus tujuh puluh dua juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu enam belas koma tujuh puluh dua rupiah) tersebut, Termohon dinyatakan berhutang senilai Rp.18.634.208.627,- (delapan belas milyar enam ratus tiga puluh empat juta dua ratus delapan ribu enam ratus dua puluh tujuh rupiah) berdasarkan cash statement tanggal 24 Agustus 2015 dan diduga dengan tipu muslihat PT. CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, mengakibatkan Termohon menandatangani Akta Pengakuan hutang tanggal 4 September 2015 yang dibuat oleh Eko Putranto, S.H., Notaris di Jakarta, padahal transaksi tanggal 24 Agustus 2015  tidak ada/tidak pernah ada dan tidak pernah dicatat dalam cash statement yang diterbitkan oleh Pemohon sendiri atau dengan kata lain APH tersebut diduga adalah fiktif”, tambah Rey.

Lebih lanjut kata Rey “Bahwa karena diduga APH tersebut adalah fiktif, maka Termohon akan menempuh upaya hukum pidana, karena diduga terdapat beberapa pihak yang memberikan keterangan palsu dalam akta otentik sehingga menyebabkan Termohon dinyatakan berhutang senilai Rp.18.634.208.627,- (delapan belas milyar enam ratus tiga puluh empat juta dua ratus delapan ribu enam ratus dua puluh tujuh rupiah)”.

Untuk itu sambung Rey, “Kami selaku Kuasa Hukum Termohon berharap Majelis Arbiter dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya demi tegaknya hukum dan demi memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemaslahatan bagi pihak-pihak yang berperkara,karena Putusan tersebut akan banyak dibaca oleh khalayak ramai termasuk mahasiswa, sehingga mereka akan bisa membuktikan bahwa apa yang dipelajari sebagai teori di bangku kuliah benar-benar bisa diterapkan dalam praktek.

“Dengan kata lain apa yang ada pada teori hukum juga sama dalam prakteknya atau Das Sollen adalah sama dengan Das Sein.” Pungkasnya.

Sidang yang diketuai Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H., FCBArb., Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, S.H., FCBArb., dan Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.H., LL.M., FCBArb masing-masing selaku anggota arbiter akan mengagendakan pemeriksaan saksi.

Komentar

News Feed