oleh

Gagal Paham DJP dalam Memahami Prosedur Pemeriksaan Pajak

Jakarta, Publikasinews.com – Sidang perkara nomor 013880.99/2019/PP antara PT. Mitra Abadi Pratama (Penggugat) melawan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak selaku tergugat kembali di gelar, Senin (22/06/2020) yang diketuai Triono beranggotakan retno, dan anwar sebagai hakim anggota dengan sebutan lain Majelis XV. Adapun yang menjadi obyek gugatan PT.Mitra Abadi Pratama sebagai penggugat ialah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Nomor 00019/207/16/322/19 masa pajak Februari 2016 diterbitkan tanggal 28 Agustus 2019.

Direktur Jenderal Pajak yang diwakili Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Karang yang berkedudukan di Lampung dan beralamat di Jalan Dokter Susilo Nomor 1, Kelurahan Sumur Baru, KecamatanTeluk Betung Utara, Kota Bandar Lampung, Lampung 35421 (Tergugat-red) diduga melakukan pelanggaran dalam pemeriksaan pajak lapangan atas PT. Mitra Abadi Pratama selaku Wajib Pajak yang berkedudukan di Kota Lampung beralamat di jalan Kartini Nomor 130, Tanjung Karang Bandar Lampung, Lampung 35111.

Adapun Wajib Pajak diwakili oleh para Advokat yang tergabung pada Kantor Rey & Co Jakarta Attorneys at Law yang diwakili oleh Alessandro Rey, SH., MH., MKn., BSC., MBA., LUTCF, LUF, FSS, CPM, CLA, IPC, CRA, CTA, CLI, CTL, CCL., Kartika Sari Putri, SH, MH., dan Lukman Wicaksono, SH., yang berkedudukan di Jakarta dan berlamat di Wisma Bayuadji Lantai 2 Suite 205, Jalan Gandaria Tengah III Nomor 44, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12130.

Usai sidang ditemui para awak media Alessandro Rey, Senin, (22/06/2020) di area gedung Pengadilan Pajak, Jalan Hayam Wuruk No. 7 Gambir Jakarta Pusat mengutarakan kejanggalan – kejanggalan dalam proses dipersidangan sebelumnya.

“Berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00019/207/16/322/19 masa pajak Februari 2016 diterbitkan tanggal 28 Agustus 2019, yang penerbitannya tidak sesuai prosedur dan oleh karena itu kami telah mendaftarkan gugatan di Pengadilan Pajak dengan nomor perkara 013880.99/2019/PP yang diperiksa dan diadili oleh Majelis XV yang dipimpin oleh Hakim Ketua Dr Triyono Martanto, SH, MH, SE, Ak, MM, MHum, CA. dan Hakim Anggota masing-masing Redno Sri Rezeki, SE, MAFIS dan Anwar Syahdat, SH, ME”, Ungkap Rey.

“Dalam penerbitan SKPKB tersebut tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku karena pemeriksaan pajak tersebut dilakukan dalam jangka waktu 9 bulan padahal dalam Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 Pemeriksaan Lapangan paling lama 6 bulan dan jika memang pemeriksaan belum selesai maka dapat diperpanjang paling lama 2 bulan sehingga seluruhnya menjadi 8 bulan.” Ungkap Rey.

“Akan tetapi perpanjangan pemeriksaan tersebut baru diterbitkan oleh KPP Tanjung Karang pada bulan ke 7 dan telah diperpanjang 2 bulan menjadi 9 bulan sehingga KPP dalam hal ini telah cacat prosedur karena melewati batas waktu yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku”, Kata Rey.

“Dalam persidangan majelis XV di Pengadilan Pajak, hukum acara tidak dijalankan sesuai dengan Undang-Undang Pengadilan Pajak, antara lain pertama Pengadilan Pajak tidak mengirimkan surat tanggapan tergugat yang seharusnya diterima sebelum persidangan pertama sehingga kami kehilangan hak untuk menyampaikan bantahan, kedua dalam persidangan ke 3 tanggal 8 Juni 2020 kami tidak hadir karena surat panggilan persidangan baru sampai kepada kami selaku kuasa hukum pada tanggal 15 Juni 2020 dan untuk sidang ke 4 tanggal 22 Juni 2020 pun kami tidak menerima surat panggilan sidang, ketiga tergugat hadir tanpa surat kuasa khusus padahal dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan pihak yang bersengketa dapat didampingi atau diwakilkan dengan surat kuasa khusus, Keempat Gugatan kami belum melewati jangka waktu (daluarsa), karena terdapat ketentuan Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Pengadilan Pajak yang belum terlewati karena keadaan diluar kekuasaan penggugat yaitu cuti”, Jelas Rey.

Untuk itu sambung Rey, “Kami mengharapkan Mahkamah Agung lebih mengawasi Pengadilan Pajak dan keterbukaan Pengadilan Pajak dalam memeriksa sengketa pajak karena pada dasarnya sidang tersebut terbuka untuk umum sehingga publik dapat menilai apakah pengadilan pajak sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku dalam memeriksa dan memutus perkara”, tandasnya.

Seyogianya ada ketentuan dalam proses persidangan di pengadilan mana pun seperti Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Agama (PA), Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dimana para pengunjung sidang tidak bisa menyaksikan dan dapat menyaksikan pada proses – proses agenda tertentu. Namun lain hal dengan Pengadilan Pajak walaupun terbuka untuk umum tapi pengunjung di larang menghadiri prosesi dalam sidang di Pengadilan Pajak, jelas ini tidak akan terpantau oleh publik seperti wartawan dan pengunjung lain pada umumnya, dan ini juga “diduga” menimbulkan kurangnya obyektifitas dalam menyelesaikan dan memutus perkara yang sedang berlangsung.

Agar tidak menimbulkan presenden buruk lembaga peradilan yang memutus berdasarkan Ketuhanan Yang Esa, seyogianya peradilan pajak prosedurnya seperti lembaga atau badan peradilan yang lainnya dalam artian disama ratakan dalam aturan dipersidangan dan prosedur pengunjung sidang dalam hal ini Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melalui badan Pengawas (BAWAS) agar memberikan masukan-masukan yang dapat merubah stikma yang terjadi di Pengadilan Pajak. Ini bukan Orde Baru (ORBA) tapi ini Era Reformasi yang harus dijunjung tinggi seperti yang di sampaikan oleh Presiden RI Ir. Joko Widodo di priode pertama beliau terpilih sebagai Presiden RI Tahun 2014 berpesan agar era reformasi dijadikan era keterbukaan.

Komentar

News Feed