oleh

Gugatan Permohonan Pembatalan Isbat Nikah Nomor 766/Pdt.G/2014/PA. JU Tidak Diterima, Kuasa Hukum Ajukan Upaya Hukum Lain

Jakarta, Publikasinews.com – Dalam hal ini tidak di isyaratkan majelis hakim gugatan dikabulkan atau pun ditolak. Mereka hanya meminta bukti-bukti dari kami, seharusnya kan ketika waktu penetapan Isbath Nikah mereka seharusnya mengajukan selain bukti, ya saksi. Nah otomatis dari kami yang mengajukan permohonan sebatas bukti surat saja.

Demikian yang dikatakan Orchida Thahirah, SH selaku kuasa hukum penggugat usai persidangan gugatan permohonan pembatalan Isbath Nikah (Alm.) H. Ismayadi Bin Heri Wartono dengan nomor penetapan ; 766/Pdt.G/2014/PA.JU, dalam persidangan yang telah memasuki sidang ke-5, namun gugatan permohonan pembatalan yang terdaftar dengan register nomor  : 1813/Pdt. G/2018/PA.JU tertanggal 21 September 2018 tidak diterima Majelis Hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Agama Jakarta Utara, Jalan Raya Plumpang, Semper Nomor 5 Jakarta Utara pada, Rabu (26/12/2018).

Keluarga penggugat, yakni Hj.Kartinah, Ade Aryudi, SE dan Chris Afriza melalui kuasa hukumnya, Orchida Thahirah, SH dari kantor pengacara Laksana, Advokad & Legal, Konsultan terkait tidak diterimanya permohonan pembatalan tersebut mengatakan maka akan dilakukan upaya hukum lain. “Permohonan pembatalan Isbath Nikah yang kami ajukan tidak diterima oleh majelis hakim, ya jadi kami mungkin akan melakukan upaya lain setelah pengajuan pembatalan tersebut” kata Orchida, pengacara cantik ini.

Saat ditanya publikasinews.com, terkait dasar tidak diterimanya gugatan permohonan pembatalan, Orchida menjelaskan dalam hal ini Majelis Hakim Menimbang bahwa terhadap eksepsi Tergugat I tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan langsung terhadap eksepsi angka 3 yaitu Pengugat tidak mempunyai legal standing, dengan pertimbangan diantaranya;

Menimbang bahwa menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. In casu, dengan demikian perkawinan H.lsmayadi Bin Heri Wartono dengan Penggugat I yang dilaksanakan pada tanggal 25 November 1972 adalah di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa perkawinan Tergugat I dengan H.Ismayadi tidak melanggar ketentuan Pasal 3 dan 4 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang mengatur syarat beristri lebih dari satu orang. Pada sisi lain justru perkawinan H.lsmayadi dengan Tergugat I pada tanggal 27 Februari 1983 telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana dijelaskan dalam jawaban Tergugat II;

Menimbang ini casu, adanya putusan Nomor 766/Pdt.G/2014/PA.JU yang mengesahkan pernikahan H.Ismayadi Bin Heri Wartono dengan penggugat I 

tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum oleh para Penggugat seperti dimaksud Pasal 23 dan Pasal 24 Undang Undang nomor 1 tahun 1974 untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan H.Ismayadi Bin Heri Wartono dengan Tergugat I yang terjadi pada tanggal 27 Februari 1983, karena secara hukum pada tanggal tersebut Pengugat I tersebut belum berkedudukan menjadi istri sah dari H. lsmayadi Bin Heri Wartono karena penetapan Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor : 766/Pdt. G/2014/PA.JU yang mengesahkan perkawinan Pengugat I dengan H. Ismayadi ditetapkan pada tahun 2014. 

Sedangkan perkawinan H.lsmayadi Bin Heri Wartono dengan Tergugat I terjadi pada tanggal 27 Februari 1983, yaitu terjadi jauh sebelum Penggugat I ditetapkan sah sebagai istri dari H. lsmayadi sehingga status hukum H.Ismayadi adalah tidak terikat perkawinan dengan Penggugat I;

Permohonan pembatalan isbat tidak diterima dengan dasar melalui pertimbangan bahwa di samping itu, saat gugatan pembatalan isbat nikah ini diajukan, ternyata H. lsmayadi telah meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 2010 (posita gugatan angka 3), oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat gugatan pembatalan nikah oleh para Penggugat tidak lagi mempunyai kepentingan hukum, karena esensi pembatalan nikah adalah supaya suami istri yang dibatalkan pernikahannya tersebut tidak dapat lagi melakukan perbuatan hukum, sedangkan ternyata suami yaitu H. lsmayadi telah meninggal dunia.

Maka sudah barang tentu tidak mungkin lagi melakukan perbuatan hukum apa pun lagi, bahwa sebagaimana kaidah yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 358 K/AG/2OO9 tanggal 16 September 2009, yang menyebutkan bahwa mempersoalkan perkawinan setelah suami meninggal dunia, adalah tidak sejalan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974. “Hal itulah yang menjadi dasar Majelis Hakim tidak menerima gugatan permohonan pembatalan kami terhadap Isbat Nikah Nomor 766/Pdt.G/2014/PA.JU (Alm.) H.Ismayadi Bin Heri Wartono,” papar Orchida.

Senada dengan Orchida, Panji Senoaji, SH juga menambahkan bahwa tidak diterimanya gugatan permohonan pembatalan Isbat Nikah yang telah ditetapkan kini menjadi polemik, karena terindikasi ada dugaan pelanggaran hukum terkait saat proses pengajuan Isbat Nikah tersebut dengan didasari;

Bahwa terhitung semenjak kematian Alm. H. Ismayadi tertanggal 11 Juli 2010, tepatnya di tahun 2014 ada perlawanan dari pihak ketiga yaitu Termohon !, Termohon II dan Termohon lll saat mengajukan Isbat Nikah dengan Alm. H. Ismayadi yang didaftarkan di Pengadilan Agama Jakarta Utara dengan register Perkara No. 766/Pdt.G/2014/PAJU. Bahwa alasan Termohon I dalam mengajukan Isbath Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Utara untuk kepentingan pengurusan warisan yang ditinggalkan oleh Alm. H. Ismayadi bin Heri Wartono sekaligus untuk mendapatkan status hukum bahwa Termohon II dan Termohon III adalah anak-anak yang SAH dari hasil perkawinan antara Termohon l dengan Alm. H. Ismayadi, alasan ini tidak sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga), 4 (empat), dan 5 (lima) 

Bahwa pengajuan Isbat Nikah yang diajukan oleh Termohon I, Termohon II dan Termohon III kepada Pengadilan Agama Jakarta Utara didasarkan pada perkawinan yang dilakukan antara Termohon I dan Alm. H. Ismayadi pada tanggal 25 Juli 1972 di KUA Koja jakarta utara dari pengakuan para Termohon bahwa perkawinan tersebut dilakukan menurut syariat Islam tetapi Pada kenyataannya Termohon ! saat menikah dengan alm. H. Ismayadi dalam keadaan beragama Konghucu dan Alm. pun masih beragama Kristen (Pantekosta) 

Bahwa dilihat dari kompetensi Absolut yang berwenang untuk menetapkan Isbath Nikah (Pengesahan) antara Termohon I dengan Alm. H. Ismayadi adalah Pengadilan Negeri, dimana pernikahan tersebut dilaksanakan. 

Bahwa sesuai dengan point 5 sebagaimana kaidah yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No.358 K/AG/2009 tanggal 16 September 2009, yang menyebutkan bahwa mempersoalkan perkawinan setelah suami meninggal dunia adalah tidak sejalan dengan UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Bahwa perkawinan siri yang dilakukan oleh Termohon I dan Alm. H.Ismayadi sudah berpisah sejak tanggal 24 desember tahun 1979 sesuai dengan bukti Surat Pernyataan putus hubungan. 

Bahwa ada beberapa kejanggalan saat Termohon I, Termohon II dan Termohon lII mengajukan lsbat Nikah di Pengadilan Agama Jakarta Utara, untuk persyaratan administrasinya seperti fotocopy surat keterangan kematian dari Sudin Pemakaman TPU Semper Jakarta Utara atas nama Muhammad bin Usman bukan atas nama alm. H. lsmayadi Bin Heri Wartono, kemudian surat keterangan dari KUA Koja Jakarta Utara yaitu tanggal 1 september 2014, sama dengan dikeluarkannya salinan penetapan lsbath nikah Nomor : 766/Pdt.G/2014/PA.JU yaitu pada 1 September 2014. 

“Sebenarnya dalam hal ini banyak kejanggalan-kejanggalan berkaitan dengan penerapan Isbat Nikah itu sendiri. Ada dugaan juga bahwasanya penetapan Isbat itu data-datanya banyak yang dipalsukan, mungkin kita selanjutnya akan melakukan upaya hukum lain dan mungkin juga kita akan melakukan berkaitan dengan tindak pidananya juga, laporan kepolisian dan sebagainya,” ujar Panji.

“Dalam hal pemalsuan akan saya laporkan ke pihak kepolisian berkaitan dengan data-data (identitas yang dibuat oleh Iwan Kurniawan-red),” pungkasnya.

Sementara itu, Agus Abdullah selaku Humas Pengadilan Agama (PA) Jakarta Utara saat disambangi wartawan diruang kerjanya menerangkan tentang Isbat Nikah. Dijelaskan olehnya bahwa jika suami istri menikah dan belum tercatat waktu itu, maka suami istri yang punya kepentingan perkara tersebut bisa mengajukan penetapan Isbat Nikah.

“Selain itu, kalau yang menikah itu salah satunya meninggal dunia tentunya ahli waris yang berkepentingan boleh meng-isbat-nikahkan untuk orang yang sudah tidak ada tersebut dengan persyaratan; KTP yang bersangkutan harus dilampirkan, Kartu Keluarga (KK), keterkaitan tali keluarga dengan dibuktikan melalui akte kelahiran, serta saksi yang membuktikan bahwa pasangan tersebut memang suami istri,” ungkap Abdullah.

Namun ketika diminta tanggapannya  terkait gugatan permohonan pembatalan Isbat Nikah yang tidak diterima Majelis Hakim, Agus Abdullah menolaknya dengan mengatakan karena menyangkut kode etik sesama hakim.(Aditya/red)

 

Komentar

News Feed