oleh

Nasib Terdakwa Robianto Idup Di Palu Hakim

Jakarta,publikasinews.comSidang perkara penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Robianto Idup, Komisaris PT Dian Bara Genoyang (DBG) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.1/9/2020.

Dalam persidangan, penasehat hukum terdakwa Robianto Idup tetap dengan pembelaan sebelumnya, bahwa terdakwa Robianto Idup tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang di bacakan dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum (jpu).

Jaksa penuntut umum Boby Mokoginta dan Marly Sihombing dalam repliknya juga hampir sama dengan tuntutan yang dibacakan sebelumnya bahwa terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan terhadap Herman Tandrin Direktur PT hingga mengalami kerugian Rp,70 miliar.

Peristiwa terjadinya tindak pidana perbuatan melawan hukum penipuan yang dilakukan oleh terdakwa Robianto Idup setelah keduanya yakni, Robianto Idup dan Herman Tandrin, melakukan kerja sama penambangan batubara awal tahun 2012 silam. Awalnya tagihan dibayarkan sesuai dengan perjanjian, tagihan berikutnya mundur bahkan tidak dibayar meskipun sudah di tagih berulang kali.

Dampak dari peristiwa itu nasib Herman Tandrin menjadi katung-katung, dan pada akhirnya dilakukan pertemuan beberapa kali antara Robianto Idup dan Herman Tandrin. Dalam pertemuan pertama, kedua dan ketiga, sebagaimana terungkap dalam persidangan, Robianto Idup selalu menyuruh dan membujuk Herman Tandrin melanjutkan pekerjaannya karena seluruh tagihan yang ditunggak akan dilunasi.

Karena mengingat pertemanan, Herman Tandrin mempercaya kepada Robianto Idup hingga melanjutkan pekerjaan penambangan. Namun janji terdakwa Robianto Idup hanyalah janji palsu. tagihan yang ditaksir mencapai Rp 70 miliar lebih tidak di bayar oleh terdakwa Robianto Idup.

Sebelum ada perselisihan antara Robianto Idup dengan Herman Tandrin pun sudah ada tagihan sebesar Rp.22 miliar di PT Dian Bara Genoyang (DBG)  milik terdakwa Robianto Idup. Hal tersebut diakui sendiri oleh pihak PT DBG. “Invoice inilah yang ditagih hingga diadakan pertemuan antara terdakwa Robianto Idup dengan Herman Tandrin. Namun disuruh bekerja dulu baru akan dibayar sekalian tunggakan sebelumnya. sampai tagihan menjadi lebih dari Rp 70 miliar, “ujar jaksa penuntut umum, Boby Mokoginta dalam requisitornya.

Jaksa penuntut umum juga mengungkap kan bahwa PT DBG mengklaim terjadi keterlambatan kerja karena longsor, sehingga tidak mencapai target dan merugikan mereka, tetapi klaim tersebut tidak dapat diterima oleh Herman Tandrin, Sebab intansi terkait sebelumnya sudah mengisyaratkan bakal terjadi longsor di lokasi sesuai kemiringannya.

Terkait target tidak tercapai hal itu sepenuhnya disebabkan kandungan batubara tidak sebesar yang diprediksi oleh PT DBG. sementara PT GPE bekerja sudah sesuai titik-titik yang ditentukan oleh PT DBG.

Jika kandungan batubara banyak di titik yang ditunjuk maka batubara yang dihasilkan PT GPE akan melampaui target sebagaimana yang telah terjadi beberapa kali.” berbagai klaim tersebut tidak didukung bukti-bukti dokumen sama sekali,” ujar jaksa.

Menyikapi pledoi terdakwa Robianto Idup yang disampaikan penasehat hukumnya, selasa 25/8/20 lalu. dalam pledoi tersebut menyatakan kliennya tidak dapat dihukum (pidana) karena materi perkara masuk ranah keperdataan, jaksa menyatakan hal itu tidak bisa diterima. Meningat fakta-fakta sidang yang terungkap selama persidangan seperti, keterangan saksi yang juga didukung alat bukti dokumen menunjukkan adanya tindak pidana penipuan yang begitu telak dilakukan oleh terdakwa Robianto Idup.

Jika tidak ada tindak pidana dalam kasus ini, Robianto Idup tidaklah bisa dilaporkan ke polisi. Kenyataan nya kasus ini diproses hingga P21 tahap 2 bahkan sampai kemeja hijau, hingga Robianto Idup menyandang gelar Terdakwa.” ujar Herman Tandrin.

(Nurhadi)

Komentar

News Feed