oleh

Pengajian Ibu-ibu Saat Eksekusi Bangunan 3 Lantai di Jalan Nusantara Raya Depok

Depok, Publikasinews.com – Bahwa Pengadilan Negeri Depok diduga telah keliru dalam menetapkan eksekusi terhadap register perkara tersebut yang belum melalui proses sidang di pengadilan Negeri Depok, karena saat ini sedang ada gugatan perlawaan dengan register perkara Nomor :244/Pdt.le/2018/PN.Dpk yang diajukan pendaftarannya tanggal 29 Oktober 2018 dan hingga kini masih dalam proses persidangan yang pertama pada 21 November dan sidang berikutnya (ke-2) pada tanggal 12 Desember 2018.

Demikian yang dikatakan Presiden Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) (Perseroan), Nanang Nilson, SH, MH disela-sela proses pengosongan barang-barang furniture dilokasi eksekusi yang mengatakan
bahwa ada beberapa hal disampaikan menyangkut eksekusi yang dilaksanakan Pengadilan Negeri (PN Klas 1B) Depok pada, Rabu (5/12/2018) pagi.

Dengan pengawalan cukup ketat dari aparat gabungan TNI/Polri, Pengadilan Negeri Depok melakukan eksekusi pengosongan pada sebuah bangunan yang berlokasi di Jalan Nusantara Raya Nomor 43-7 RT.01/RW.01 (No.180) Kelurahan Depok Jaya Kecamatan Pancoran Mas Kabupaten Bogor (sekarang Masuk wilayah Kota Depok) Provinsi Jawa Barat.

Pelaksanaan eksekusi berdasarkan surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Depok Nomor : 12/Pen.Pdt/Eks.Peng/2018/
PN.Dpk ditetapkan pada tanggal 21 Agustus 2018, melalui kutipan risalah lelang bernomor : 273/32/2018 dan surat Ketua Pengadilan Negeri Depok Nomor : W11.U21/4467/HK.O2/XI/2018 tanggal 8 November 2018 perihal Undangan Rapat Koordinasi dalam rangka pelaksanaan Eksekusi Pengosongan terhadap:

2 (dua) bidang tanah seluas 220 m2 berikut bangunan (2 unit Ruko 3,5 lantai) yang terdiri dari SHM No.3573 Lt.111 m2 sebelumya atas nama LENNA sekarang atas nama PT. Metro Investama Global dan SHM No.3949 Lt.109 sebelumnya atas nama Direktur PT Lentera Mulia sekarang telah berganti nama PT. Metro Investama Global.

Di saat pihak juru sita dari PN Depok melakukan eksekusi pengosongan barang-barang dilantai 1, ternyata terpantau tampak dilantai 2 bangunan 3 lantai tersebut tengah berlangsung pengajian ibu-ibu.

Nanang Nilson, SH, MH selaku Presiden Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (LPKNI) (Perseroan), yang berkantor Pusat di Malang di Jalan Raya Wapoga Nomor 2, Perum Ngujil Permai II Bunulrejo Blimbing Kota Malang, Jawa Timur dengan didampingi Stenly Wullul Makalew, LPKNI Badan Hukum (Perseroan) Kantor Perwakilan LPKNI Kabupaten Bogor alamat/berkedudukan di Perum BIP Blok D10 Nomor 21 RT.02/ RW.016 Kelurahan Kalisuren Kecamatan Tajurhalang, Kabupaten Bogor Jawa Barat.

Melalui surat Kuasa Khusus Tertanggal 28 Juni 2018 maka dengan ini bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan Direktur dari PT. Lentera Mulia yang saat ini berkedudukan di Komplek Ruko Inkopal Blok F Nomor 10 Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara yang dalam hal ini bertindak untuk atau mewakili PT. Lentera Mulia, dalam rangka tindakan pengawasan atas upaya pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Depok.

Ketika ditanya para awak media, dalam pemaparannya Nilson juga menerangkan bahwa dengan demikian walaupun sesuai prosedur sebagaimana disebutkan, akan tetapi belum berkekuatan hukum tetap (BHT) ‘inkrach van gewijsde’. “Sehingga seharusnya belum dapat dijalankan permohonan eksekusinya, seharusnya dibatalkan atau setidak-tidaknya ditunda hingga Berkekuatan Hukum Tetap (BHT),” tuturnya.

Masih kata Nilson, bahwa eksekusi berasal dari kata “Executie” yang artinya melaksanakan putusan hakim “ten uitvoerlegging van vonnissen” yaitu melaksanakan secara paksa putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan melalui bantuan kekuatan umum, atau dalam pengertian lain.

“Maka jika pelaksanaan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan secara sukarela adapun nomor perkara 12/Pen.Pdt/Eks.Peng/2018/
PN.Dpk belum pernah ada persidangannya,” paparnya.

“Klausal Baku merupakan tindakan sepihak, dan berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 18 dilarang kuasa seperti itu karena tidak diketahui debitur, maka eksekusi tidak sah. Oleh sebab itu, kami akan melayangkan pengaduan/ laporan kepada badan pengawas Mahkamah Agung (MA),” ungkap Nilson.

Bahwa berdasarkan petunjuk Makamah Agung RI pada Surat Edaran Mahkama Agung No 7 tahun 2012 halaman 7 dan 8 disebutkan Pelelangan Hak Tangungan yang dilakukan oleh Kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan objek yang dilelang tidak dapat dilakukan pengosongan berdasarkan pasal 200 ayat (11) HIR. melainkan harus diajukan gugatan, karena pelelangan tersebut diatas bukan lelang eksekusi melainkan lelang sukarela.

“Sedangkan untuk harga pembelian (lelang) sebesar Rp. 2,28 miliar, padahal menurut pemilihan jasa yang umum harga pasar ditaksir sekitar Rp 7 miliar. Hal ini tidak wajar, jadi eksekusi tidak wajar karena masih dalam proses gugatan,” imbau Nilson.

“Bahwa karena azas dan pengertian eksekusi sebagaimana diatas maka suatu putusan baru dapat dimintakan eksekusi apabila putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan tanggungan kecuali ia sudah tidak diketahui lagi keberadaannya dan harus ada surat pernyataan dari Pemegang Hak Tanggungan untuk bertanggung jawab bila ada gugatan dikemudian hari,”
pungkasnya.

Sementara itu, juru sita pelaksana eksekusi, Irwan Maulana mengatakan bahwa
PN Depok dalam melakukan eksekusi pengosongan tersebut berdasarkan kutipan risalah lelang yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bogor.

“Eksekusi yang kita laksanakan ini adalah bukan eksekusi putusan. Dalam hal ini pemohon (pemenang lelang) yang harus dilindungi oleh hukum. Karena kemudian pemohon mengajukan permohonan kepada ketua PN Depok untuk melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap obyek yang masih dikuasai termohon, dan lelang yang telah dilaksanakan merupakan lelang negara,” ujar Irwan.

Irwan dalam pemaparannya juga menjelaskan bahwa eksekusi yang dilakukan telah sesuai dengan prosedur hukum. “Sebelum tahapan pelaksanaan eksekusi pengosongan, kita telah melakukan teguran atau peringatan Aanmaning oleh ketua pengadilan terhadap termohon untuk mengosongkan secara sukarela atau kemauan sendiri,” terang Irwan.

“Dalam tempo 8 hari menurut pasal 196 HIR/207 RBg, akan tetapi karena termohon tidak mau mengosongkan, maka kita laksanakan eksekusi pengosongannya. Yang kita eksekusi ini bukan putusan, tapi penetapan kutipan risalah lelang,” ulasnya.

“Adapun termohon mengajukan upaya hukum atau perlawanan silahkan, monggo. Akan tetapi bukan berarti perlawanan itu bisa menangguhkan atau menghentikan eksekusi. Yang bisa menangguhkan atau menghentikan eksekusi adalah ketua pengadilan. Dan apabila nanti putusan berkata lain, ya tinggal kita eksekusi kembali putusan itu, kan?,” tandasnya. (Red)

Komentar

News Feed