oleh

Pewarta Warga Berkumpul, Dewan Pers Independen Telah Lahir Negara Harus Membantu dan Mendukung

Jakarta, Publikasinews.com – Para Pemprakarsa merupakan organisasi-organisasi media dimasyarakat yang mereka adalah orang-orang yang berminat, antusias dibidang pers yang akhirnya muncul dan terlaksananya pada hari ini sikap yang mana selama ini lembaga pers (Dewan Pers-red) kurang memberikan ruang buat mereka berekspresi dalam menyalurkan profesinya.

Demikian yang dikatakan Ketua Forum Wartawan Digital (FORWARD), Mahar Prastowo saat ditanya para awak media terkait tanggapannya saat acara yang digelar gabungan organisasi maupun pemilik media serta para pelaku dan insan pers Indonesia tersebut, ia juga menjelaskan bahwa Musyawarah Besar (Mubes) Pers Indonesia tersebut melalui proses yang cukup panjang hingga terselenggaranya kegiatan yang dilaksanakan di Sasono Utomo, Gedung Negara Indonesia Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur pada, Selasa (18/12/2018) tersebut.

“Oleh sebab itu pada hari ini, dengan bersama-sama menyatakan sikap terbentuknya Dewan Pers Independen yang tadi di deklarasikan. Pers itu, bung Karno pernah mengatakan bahwa itu pekerjaan yang gawat.  Karena apa, masyarakat mengikuti (dan kadangkala percaya-red) apa yang wartawan tulis,” kata Mahar lagi.

Menanggapi kehadiran insan pers dari seluruh Indonesia dalam mubes pers Indonesia tersebut, Mahar Prastowo juga memberikan apresiasinya. Dalam keterangannya Ketua Forward yang merupakan sangat ahli dan multi talenta dibidang media dan IT tersebut, juga menjelaskan dengan adanya wadah Sekber Pers Indonesia selain seluruh kegiatan terwadahi dan terkontrol dengan baik. Ada mekanisme, monitoring dan evaluasi kemudian membuat isu bersama. Saya selaku ketua Forward, kalau ada kabar baik karena Forward adalah kata kerja, teruskan berantai seperti itu,” terang Mahar lagi.

“Jadi Forward semacam memberikan suatu solusi, ketika orang dari media konvensional (koran) beralih ke media genggaman (seluler). Tidak bisa serta merta langsung menguasai, para pelaku industri pers sendiri tidak sedikit yang gagap. Banyak juga media yang collapse yang sebelumnya sempat jaya, ada yang mengalami penyusutan termasuk media mainstream. Karena tidak mengikuti dinamika dari konvensional ke digital, tapi kalau yang menemukan format digitalnya media tersebut mampu bertahan dan eksis hingga sekarang,” ungkap Mahar.

Mahar dalam penuturannya juga mengungkapkan bahwa permasalahan di medsos saat ini adalah kadangkala terlalu banyak hoax yang diproduksi oleh siapapun, dan sadar memiliki gadget untuk dijadikan medianya. “Jadi usai penyelenggaraan mubes, agenda Forward selanjutnya akan mengadakan diskusi-diskusi, baik yang terbatas maupun diskusi umum. Hal ini dilakukan untuk menyikapi berbagai isu-isu yang berkembang, dan tidak serta Merta isu tersebut di forward (diteruskan) tapi dikasih jalan tengah dulu. Dikaji benar tidak isu tersebut, berimbang, obyektif atau tidak serta dipastikan bukan hoax,” paparnya.

Menurut Mahar, ketika ekspresi para pegiat pers ini sudah menjadi sebuah gerakan dan solid, memang sebaiknya diberikan ruang berekspresi dan naungan yang membuat mereka merasa terlindungi. Maka disinilah harusnya kehadiran negara harus dirasakan, atau jika lembaga yang sudah ada tidak cukup memberi ruang, maka ketika mereka mendeklarasikan lembaga alternatif berupa dewan pers independen, sah-sah saja. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dilindungi UUD 1945, dan sebagai warga negara yang menyelenggarakan kegiatan pers sebagai industri, organisasi maupun pribadi dilindungi UU Pers.

“Saya justru berharap nantinya antara Dewan Pers dengan Dewan Pers Independen ini saling bersinergi, jangan hanya mengedepankan konflik, tidak memandang satu sama lain sebagai musuh tapi sebagai kompetitor dan sekaligus mitra strategis untuk hal-hal yang bisa dikerjasamakan,” ujar Mahar.

Menjawab pertanyaan wartawan mengenai kesejahteraan insan pers dari iklan, sebagaimana akan diperjuangkan DPI, Mahar menanggapi positif hal tersebut. Dengan belanja iklan lebih dari Rp 100 triliun pertahun, media-media dibawah Dewan Pers Independen tentu lambat laun akan mendapatkan juga seiring kepercayaan yang tumbuh pada stakeholder. Meski hal ini memang harus diperjuangkan tak hanya melalui mekanisme organisasi, namun juga tata kelola media yang profesional dan berkesinambungan.

Atas kehadiran lebih dari 2.000 insan pers dari seluruh Indonesia dalam Mubes Pers Indonesia, Mahar juga melihatnya sebagai sebuah kegiatan positif, yang tentu saja mereka hadir dengan harapan yang baik juga karena kehadirannya dengan biaya sendiri, dan bahkan banyak yang melampaui biaya mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) yang diselenggarakan Dewan Pers di daerah-daerah. 

Pertanyaan monohok, apakah ini berarti ada sesuatu dengan Dewan Pers?.

Saya kira ini soal pilihan saja mereka mau bergabung dalam UKW atau memilih bergabung mendirikan Dewan Pers Independen hari ini. Dan ini saya lihat bagian dari soliditas antar sesama pegiat jurnalisme warga setelah sebelumnya mengalami berbagai hal kurang menyenangkan,” tutur Mahar lagi.

Mahar juga menambahkan, selama organisasi didirikan untuk hal positif dan peningkatan kapasitas serta kualitas, apa salahnya? Bahkan lembaga yang sudah ada lebih dulu sebagai perpanjangan negara dalam melakukan monitoring dan evaluasi pers nasional, seharusnya menyambut positif. Karena ketika mereka berhimpun dan mengorganisir diri, artinya mereka tak ingin dianggap “liar”, mau meningkatkan profesionalitas. “Jadi harus dibantu dan didukung,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Pelaksana Mubes Pers Indonesia, Wilson Lalengke yang juga orang nomor satu di jajaran Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI), mengatakan bahwa deklarasi Pembentukan Dewan Pers Independen (DPI) serta penyampaian aspirasi dan tuntutan Pers Indonesia untuk mewujudkan Kemerdekaan Pers dan kehadiran Negara dalam pemberdayaan Masyarakat Pers Indonesia.

“Saat ini ada dikotomi yang dilabelkan bahwa industri, organisasi dan insan pers di luar komunitas pers dibawah dewan pers dipandang sebelah mata, kadangkala dicap abal-abal bahkan diduga telah dikriminalisasi,” ujar Wilson.

Pewarta Warga (Citizen Jurnalist) berkumpul, Lahirlah Dewan Pers Independen dan Negara harus membantu dan mendukung. Para jurnalis telah mencatatkan satu sejarah penting Bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan Musyawarah Besar Pers Indonesia. Di ajang ini selain dibacakan tuntutan terhadap pemerintah, juga telah dideklarasikan Dewan Pers Independen.(Jar/red)

Komentar

News Feed