oleh

Putusan Makamah Konstitusi Mengabulkan Batas Usia Pernikahan Bagi Perempuan

Jakarta, Publikasinews.com – Putusan Makamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan terkait aturan batas usia pernikahan bagi perempuan mendapat sambutan hangat. Kendati demikian, jalan untuk menekan angka dinilai masih relatif sulit.

Indri Suparno dari Komnas Perempuan mengapresiasi putusan MK yang sudah mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, ia mengingatkan ada sebuah ketentuan dispensasi yang kerap dipakai untuk menyiasati usia perkawinan.

“Itu yang justru harus cepat diintervensi. Dispensasi itu yang justru menyebabkan pelanggaran, pemakluman, bahkan pembiaran terhadap pernikahan usia anak dan kasus ini tidak sedikit,” ujar Indri mengingatkan saat ditemui di Komisi Yudisial, Kamis (13/12).

Indri memberi gambaran di Surakarta angka dispensasi perkawinan mencapai 135 kali dalam setahun. Menurutnya, angka itu menunjukkan dispensasi masih mudah diberikan untuk memaklumi perkawinan anak.

“Menurutku ini sudah darurat sehingga langkah strategis untuk advokasi perubahan UU Nomor 1/1974 harus dirapatkan barisannya juga pemantauan terhadap dispensasi pernikahan,” kata Indri.

Susiana Affandy dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berpendapat senada. Bagi Susi, dispensasi merupakan hadangan terbesar untuk mencegah terjadinya perkawinan anak.

Susi mengingatkan tidak mudah menekan perkawinan anak karena dispensasi ini cenderung populer di masyarakat. Artinya putusan MK ini harus disosialisasikan agar di bawah menaati putusan itu,” cetus Susi.

Dispensasi pernikahan dimungkinkan berdasarkan Pasal 7 ayat 2 UU Perkawinan. Aturan itu diperjelas melalui Pasal 13 Peraturan Menteri Agama No. 3/1975. Beleid itu memerintahkan calon suami yang belum mencapai usia 19 tahun dan calon istri yang belum mencapai 16 tahun harus mendapat dispensasi dari pengadilan agama.

MK sebelumnya mengabulkan gugatan yang mengatur batas usia 16 tahun perkawinan bagi perempuan karena dianggap diskriminatif. Majelis hakim menilai batas usia tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. 

Namun kewenangan mengubah batas usia itu disebut tetap menjadi tanggung jawab DPR selaku pembentuk UU. MK pun memberi waktu kepada DPR paling lama tiga tahun.

Mengenai hal ini, Indri berpendapat rentang waktu itu tak bisa dikatakan lama atau singkat. Menurutnya hal ini berkaitan dengan anggota parlemen yang akan terpilih setelah Pemilu 2019.

“Semoga saja nanti konstelasi politiknya memberikan dukungan, artinya banyak yang kelompok muda, banyak orang-orang yang selama ini mendukung penegakan HAM, hak perempuan, terpilih kembali,” kata Indri. Red

 

Komentar

News Feed