oleh

Saksi Nam Yoon Ju Tidak Tahu Adanya Dugaan Pemalsuan

Jakarta, publikasinews.com –Sidang dengan terdakwa Haryo Bimo dibuka kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Utara Senin (11/03/2019). Agenda sidang kali mendengarkan keterangan saksi Nam Yoon Ju yang di hadirkan oleh Jaksa Penuntun Umum (JPU) pengganti . Dihadapan Majelis Hakim Tiares Sirait, didampingi hakim anggota Ramses Pasaribu dan  Didik Wuryanto saksi menerangkan bahwa mengetahui kalau Haryo Bimo sedang ada masalah dan jadi terdakwa .

Pada saat itu ada RUPS PT DCG Indonesia bulan Februari tahun 2014 , sementara saksi diangkat menjadi komisaris pada Desember 2014 saksi menerangkan ada investasi memasukan crane seberat 500 ton untuk disewakan pada PT DGC pada bulan April 2016 . Kemudian saksi mengetahui ada masalah penggelapan uang sewa , saksi hadir pada RUPS  Februari 2106 untuk di pilih sebagai Diut dalam RUPS itu hadir , keselurahan pemegang saham .

Ketika majelis hakim menanyakan RUPS yang dimaksut adanya dugaan pemalsuan akta saksi menjawab tidak tahu dan belom menjadi bagian dari PT DGC Indonesia . Saksi tahu ada penggelapan karena dapat cerita dari orang lain dan ada slip setoran dana ke rek terdakwa . Lebih lanjut saksi mengatakan bahwa saksi tidak melihat dalam membuat akta yang dipalsukan .

Saksi selaku Dirut juga tidak tahu kalau ada aturan dalam perusahaaan itu ada audit internal , audit tahunan dan audit lainya menurut saksi dirinya dilarang untuk ikut campur urusan perisahaan . Namun saksi tahu ada penyelewengan dana sebesar Rp 35 juta karena mendapat laporan dari bagian keuangan .

Menanggapi hal ini terdakwa mengatakan kepada wartawan bahwa uang yang dipermasalahkan sudah clear , menurut terdakwa Nam Yoon Ju selaku komisaris tidak pernah datang kekantor , dan kejadian pada Februari tahun 2014  mr Rooh pinjam uang 64 ribu dan tidak kembali dan mr Nam disuruh ikut bertanggung jawab , diketahui adanya penyelewengan dana Rp 35 juta pada tahun 2016 karena tanggal 4 Nofember sudah ada RUPS dan sudah ada pemeriksaan keuangan ada selisih Nofember ada kewajiban PT kepada saya pribadi dan uang untuk oprasional PT, ketika ada laporan polisi tahun 2016 uang tersebut di peticash kan karena rekenin PT sudah ditutup .

Direktur PT DCG Indonesia Haryo Bimo Arianto merasa di kriminalisasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Rauf SH MH. dari Kejaksaan Agung RI dalam register perkara PDM-112 /Euh.2/11/JKT.Utr/2018,

Pada dakwaan yang dibacakan tanggal 13 Nopember 12018 JPU Abdul Rauf mendakwa Haryo Bimo Aryanto dengan Pasal 263 KUHP karena pada tanggal 28 Februari 2014 terdakwa telah melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT. DCG Indonesia yang dipimpin oleh Ketua Rapat saksi Roh Jae Chung selaku Presiden Direktur PT. DCG Indonesia di kantor PT. DCG Indonesia di Gedung Jamkrindo, lantai 3A Jl. Angkasa, Blok B.9, Kavling 6 Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat.

Padahal saksi Roh Jae Chung tidak mengetahui RUPS-LB itu karena sedang tidak berada di Indonesia melainkan berada di Korea, sementara dakwaan dibacakan JPU tersebut menyatakan pada tanggal 16 Januari 2018, keputusan RUPS-LB tersebut dituangkan dalam berita acara RUPS-LB itu pada 28 Februari 2014 dan pada tanggal 26 Maret 2014 dan telah diaktekan pada Notaris Liez Savitri Maturidi,  sehingga terbitlah Akte O2 tanggal 26 Maret 2014 tentang Pernyataan Keputusan Rapat.

Pada saat itu terdakwa Haryo Bimo Aryanto belum menjadi direktur PT. DCG Indonesia Dan nama Haryo Bimo Aryanto tidak ada dalam minuta RUPS-LB tersebut, saat diadakannya RUPS-LB itu, terdakwa tidak mengetahui karena terdakwa belum jadi organ pada PT. DCG Indonesia.
Terdakwa Haryo Bimo diangkat menjadi Direktur PT. DCG Indonesia berdasarkan Akta no.9 yang dibuat di Notaris Yulida Desmartiny SH pada tanggal 18 Desember 2018, dengan pengesahan kementerian hukum dan Ham No. AHU-13079-40.20.2014, yang telah menyetujui perubahan badan hukum PT. DCG Indonesia berdasarkan RUPS-LB tanggal 22 Desember 2014.

(Dewi)

Komentar

News Feed