oleh

Saksi Pelapor Tidak Hadir Kembali Di persidangan

Jakarta, publikasinews.com –Sidang lanjutan perkara penggelapan dengan terdakwa Haryo Bimo Aryanto kembali tertuda, pada persidangan Rabu (20/03/2019) JPU belum juga mampu menghadirkan baik saksi pelapor maupun saksi notaris yang harusnya di dengarkan keteranganya penundaan sidang itu lebih dari empat kali persidangan.

Ketua Majelis Hakim Tiaris Sirait SH MH memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Rauf, SH dari Kejaksaan Agung RI memanggil paksa dua saksi notaris, untuk didengarkan keterangannya terhadap terdakwa Haryo Bimo Aryanto, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara,
“Jika sudah dipanggil secara layak dan benar saksi tidak hadir, maka majelis memerintahkan JPU melakukan panggilan paksa notaris itu. Ya, jaksa. Kalau sudah dilakukan panggilan secara layak dan benar, silahkan panggil paksa,” ucap Tiaris kepada JPU Abdul Rauf.

Diketahui sebelumnya sejumlah persidangan terpaksa harus ditunda karena JPU tidak dapat menghadirkan saksi-saksi kepersidangan, diantaranya; saksi pelapor, saksi Notaris dan juga penerjemah bahasa Korea.

Dalam perkara ini ada 4 orang saksi Warga Negara Asing (WNA) Korea yang wajib didampingi penerjemah bahasa Korea yang memiliki sertifikat. Namun karena tidak ada penerjemah bahasa yang memiliki sertifikat akhirnya disepakati menggunakan penerjemah yang tidak tersertifikasi.

Menanggapi perintah majelis hakim itu, JPU Abdul Rauf mengatakan siap. Namun ketika dikonfirmasi wartawan kapan akan dipanggil paksa, Abdul Rauf mengatakan masih menunggu surat dari dewan kehormatan pengawasan notaris. “Kita masih mengajukan surat ke Dewan Kehormatan pengawasan Notaris. Kalau sudah ada jawaban, kita akan melakukan tindakan. Persidangan harus berjalan,” ujar Abdul Rauf.

JPU mendakwa terdakwa Haryo Bimo Aryanto dengan Pasal 263 KUHP Jo. Pasal 374 KUHP, karena telah membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat membuat surat hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

JPU mengatakan, terdakwa telah melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Niasa (RUPS-LB) PT. DCG Indonesia yang dipimpin Ketua Rapat Roh Jae Chung selaku Presiden Direktur PT. DCG Indonesia di kantor PT. DCG Indonesia di Gedung Jamkrindo Lt. 3A Jl. Angkasa, Blok B9, Kavling 6, Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat. Padahal Roh Jae Chung tidak mengetahui RUPS itu karena dia sedang berada di Korea.

Keputusan RUPS-LB tersebut dituangkan dalam berita acara RUPS-LB tanggal 28 Februari 2014, dan pada tanggal 26 Maret 2014 telah dicatatkan pada notaris Liez Savitri Maturidi SH sehingga terbitlah Akta Nomor. 02 tanggal 26 Maret 2014 tentang Pernyataan Keputusan Rapat.

Dan dalam hasil RUPS-LB tersebut dikatakan menyetujui dan memutuskan memindahkan domisili PT. DCG Indonesia dari Kemayoran, Jakarta Pusat ke Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Padahal saat RUPS-LB itu diadakan terdakwa Haryo Bimo Ariyanto belum menjabat direktur PT DCG Indonesia, bahkan terdakwa belum menjadi organ di PT. DCG Indonesia.

Terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 374 KUHP karena telah menggelapkan uang perusahaan Rp.35 juta. Padahal uang itu sudah dikembalikan keperusahaan. Dan gaji terdakwa sebagai direktur PT. DCG Indonesia Rp.30 juta/perbulan.

(Dewi)

Komentar

News Feed