oleh

Telah Terbukti Melanggar Pasal 378 KUHP JPU Minta Majelis Hakim Tahan Terdakwa

Jakarta, publikasinews.com –Sebagaimana didalam fakta persidangan berdasarkan bukti-bukti dan keterangan para saksi terdakwa Tedja Widjaja dianggap telah terbukti melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP, didalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik Adhar SH MH untuk itu JPU meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Tugiyanto SH MH agar menghukum terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT Graha Mahardika (GM) Tedja Widjaja sesuai tuntutannya selama tiga tahun enam bulan (3,5 tahun) penjara.

Selain itu, majelis hakim juga diminta agar menjebloskan Tedja Widjaja ke dalam tahanan. Tidak terus menerus seperti saat ini, mulai kasusnya dari penyidikan, tahap dua dan sampai persidangan, terdakwa bebas menghirup udara segar. “Ya kami berharap majelis hakim mengabulkan tuntutan sebelumnya, menghukum terdakwa Tedja Widjaja selama tiga setengah tahun. Juga memasukkan terdakwa ke dalam tahanan sebagaimana kami mintakan dalam tuntutan sebelumnya,” ujar JPU Fedrik Adhar usai mendengar duplik pribadi terdakwa Tedja Widjaja maupun penasihat hukumnya di PN Jakarta Utara, Senin (1/7/2019).

Tidak ada logikanya sama sekali kalau dalam transaksi bisnis bernilai puluhan miliar rupiah tak didukung kwitansi atau tandaterima pembayaran atau cicilannya. Sama halnya tidak logisnya pula klaim-klaim terdakwa Tedja Widjaja dalam pledoinya yang menyebutkan bahwa dirinya telah melunasi semua kewajiban atau pembayaran atas pembelian lahan kampus Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (UTA 45) tanpa kwitansi atau tanda bukti pembayaran/pelunasan sama sekali.
Hal itu dilontarkan penasehat hukum UTA 45 Dr. Anton Sudanto, SH, MH.

” Kami hormati Penasehat Hukum Terdakwa dalam membel klienya sebagai sesama rekan sejawat, akan tetapi kami meminta Pengacara sebagai salah satu penegak hukum tidak hanya untuk menyenangkan hati Kliennya saja. Akan tetapi juga harus berani mengungkapkan kebenaran. Jika memang Klien kita bersalah bukan lantas harus menghilangkan kesalahannya, tapi berjuang minimal meringankan hukumannya. Kita harus bisa sama-sama menjaga marwah Pengacara. Pembelaan terdakwa maupun tim penasihat hukum Tedja Widjaja itu tidak saja tak logis tetapi cenderung sebagai karangan bahkan halusinasi yang hanya ingin menyenangkan Kliennya saja” ujar Anton Sudanto di PN Jakarta Utara.

Anton Sudanto yang juga Doktor bidang Pidana mengakui Ketua Dewan Pembina UTA 45 Rudyono Darsono “Tertipu Daya” dengan permainan terdakwa dengan kawan-kawannya. Sebelum transaksi atas sebagian lahan UTA 45 antara Yayasan UTA 45 dilaksanakan, misalnya, teman-teman terdakwa memperkenalkan terdakwa Tedja Widajaja sebagai konglomerat dan dinyatakan oleh Terdakwa Tedja Widjaja disebutkan memiliki uang cash atau uang segar sedikitnya Rp 100 miliar, sekolah dan pelabuhan yang siap diinvestasikan. Sangat logis untuk meyakinkan Yayasan Untag dan tidak mungkin pada awal perkenalan, Terdakwa mengatakan tidak punya uang, rumah ngontrak. Tentunya Yayasan Untag kabur dan tidak mau kerjasama.
Tertarik mendengar hal itu, maka disepakatilah pembelian sebagian lahan lokasi kampus UTA 45 oleh Tedja Widjaja. Pembayarannya sebagian dengan pembangunan gedung kampus UTA 45 terdiri delapan lantai, uang tunai dan sebidang tanah di perbatasan Depok, yang nilai keseluruhannya Rp 67 miliar lebih.
Ditambah lagi untuk meyakinkan Yayasan Untag, Terdakwa menjanjikan Bank Garansi. Namun bank garansi ini tidak pernah dibuat Tedja Widjaja hingga kini. Dengan begitu tidak ada pembayaran apalagi sampai lunas, bahkan berkelebihan uang terdakwa Tedja Widjaja di UTA 45 di Yayasan UTA 45 jika mengikuti pledoi terdakwa maupun pembelanya. Bagaimana mungkin kita mau membayar lebih apalagi sampai melebihi milyaran. Sangat sesat pengakuan Terdakwa telah membayar lebih. Belum lagi Anton menambahkan, semua bukti transfer yang dikeluarkan oleh Terdakwa pada persidangan tidak ada satupun tanda terima atau kwitansi bahwa transaksi itu untuk pembayaran tanah.

Masa sekelas Terdakwa membayar tanah tidak membuat tanda terima atau kwitansi. Anton mencontohkan apabila kita membeli motor saja dan membayar motor itu tentu kita mau membuat atau dibuatkan tanda terima atau kwitansi pembayaran motor tersebut. Apalagi ini tanah yang puluhan milyar. Aneh dan sangat tidak masuk Akal. Doktor dibidang Pidana ini yakin Majelis Hakim sudah menilai keanehan dan kebohongan dari bukti-bukti transaksi tersebut.
Namun berkat tipu daya Tedja Widjaja itu sebagaimana disebutkan dalam requisitor JPU Fedrik Adhar SH MH, terdakwa Tedja Widjaja bisa membuatkan lima akta jual beli (AJB) atas lahan milik Yayasan UTA 45 itu sebelum dilakukan pembayaran.

Dimana 2 AJB dilakukan pribadi Terdakwa dan Istri Terdakwa Lindawati Lesmana dengan Yayasan dan 3 AJB yang dilakukan menggunakan Akta No 1 dan Akta No 2 Tahun 2010 y cacar Hukum. Akta yang ditarik 2 tahun kemudian oleh Notaris tersebut karena ada kesalahan fatal dalam substansi. Dimana org tidak hadir rapat, dituliskan hadir rapat. Kemudian 5 AJB ini kemudian diagunkan ke Bank Artha Graha. Dengan uang hasil pinjaman inilah terdakwa tidak juga berniat membayar semua kewajibannya.
Tidak itu saja, sebagian lahan kampus UTA 45 yang telah beralih sesuai AJB dibangun rumah toko oleh terdakwa Tedja Widjaja. Bahkan beberapa unit ruko itu dijual pula ke beberapa pengusaha. Namun akhirnya menjadi sumber persengketaan karena tidak bisa dibangun dan dibaliknama menjadi atas nama pemilik baru tersebut.

Pembangunan gedung kampus UTA 45 yang delapan lantai pun terkendala. Baru empat lantai, itu pun masih berupa kontruksi yang tentu saja belum bisa dipergunakan, distop pembangunannya oleh terdakwa Tedja Widjaja. “Jadi, omong kosong belaka kalau terdakwa Tedja Widjaja maupun penasihat hukumnya mengklaim gedung kampus itu dibangun terdakwa sampai mengeluarkan anggaran Rp 36 miliar. Begitu pula uang muka awal Rp 6,44 miliar dalam kesaksian Terdakwa mengakui itu diterima Terdakwa dan untuk Terdakwa ,” kata Anton.
Dia menyebutkan, tiada pilihan lain oleh pihak Yayasan UTA 45 kecuali melanjutkan pembangunan itu sampai tuntas delapan lantai agar ada tempat belajar mahasiswa UTA 45 pada berbagai jurusan. “Atas penelantaran itu pula, dan dilanjutkannya pembangunan gedung kampus itu oleh Yayasan UTA 45 menjadikan tiada serahterima gedung kampus tersebut dari PT Graha Mahardika atau terdakwa Tedja Widjaja terhadap Yayasan 45. Kalau benar terdakwa atau PT Graha Mahardika membangun gedung UTA 45 tentu saja ada pula serahterimanya. Masa kita bangun gedung sebesar itu tidak mau membuat serah terima bahwa telah kita bangun. bangunan dengan anggaran sebesar itu tanpa serahterima atau tanda terima dari pihak yang membangun (terdakwa Tedja Widjaja) kepada Yayasan UTA 45,” tutur Anton.

“Jadi, apa yang dikemukakan terdakwa maupun pembelanya dalam pledoi tidak sesuai fakta dan alat bukti dan memperlihatkan kepanikan yang kuar biasa. Seperti orang memegang senjata lalu menembakkan pelurunya kemana-mana tanpa arah. Semua itu hanya rekayasa terdakwa,” ujar Anton mengaku percaya majelis hakim PN Jakarta Utara juga sependapat dengan dirinya bahwa apa yang dipaparkan terdakwa dan pembelanya dalam pledoi jauh dari fakta dan alat bukti yang ada. Terakhir Lawyer UTA45 ini menegaskan ,” namun semua keterangan terdakwa dalam persidangan terbantahkan dengan pengakuannya sendiri Setelah semua kebohongan terdakwa telah membayar, membangun gedung kampus dll, ternyata pada bulan Oktober 2011 Terdakwa bersama istrinya Lindawati Lesmana membuat Surat Pernyataan didepan Notaris dalam bentuk Akta Notaris yang merupakan sebuah pengakuan yang sempurna sesuai dengan Hukum Positif Negara Indonesia, yang menyatakan bahwa secara tegas belum melaksanakan semua kewajiban, serta diakui oleh banyak saksi dan Terdakwa sendiri. Bahkan Terdakwa mengaku diintimidasi dalam membuat surat pernyataan tersebut. Anton dengan cetus menekankan “Bagaimana mungkin sekelas Terdakwa bisa diintimidasi, seorang yang katanya dari orang pendidikan, mempunyai banyak uang, dibelakangnya banyak org hukum, mampu menyewa pengacara dan tidak dibawah pengampuan, cakap hukum bisa diintimidasi “. Kata Anton

“Kami optimis tuntutan JPU Fedrik Adhar bakal diterima majelis hakim. Majelis hakim pun tentunya tidak dapat menerima apa yang dikemukakan terdakwa dan pembelanya dalam pledoi hanyalah rekayasa dan karangan saja dengan harapan majelis hakim mengikuti apa yang mereka kehendaki,” papar Anton Sudanto. “Keadilan untuk dunia pendidikan, keadilan untuk Untag, keadilan untuk mahasiswa dan alumni akan segera datang menjelang putusan ini. Tanah Yayasan Untag akan kembali untuk dunia pendidikan. Kami yakin Majelis Hakim mempunyai hati nurani dan memutuskan Terdakwa bersalah secara meyakinkan melakukan penipuan sesuai Pasal 378. Dengan perkara ini pada awal di Polda metro jaya telah dilakukan beberapa kali Gelar Perkara, kemudian di Mabes Polri dilakukan Gelar Perkara, Dakwaan dibacakan, Eksepsi Terdakwa ditolak Majelis, JPU dengan yakin dalam tuntutannya 3 Tahun 6 Bulan, sudah sangat terang benderang membuat Majelis Hakim yakin bahwa Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah dan harus dipidana”. Jelas Anton.

(Dewi)

Komentar

News Feed