oleh

Tidak Hadiri Sidang, Menejemen PPATR Tidak Dapat Ditemui Wartawan hingga Eks Karyawan Minta Tolong Jokowi

Jakarta, Publikasinews.com – Sidang kasus perselisihan perburuhan antara karyawan tetap dengan menejemen Perhimpunan Penghuni Apartemen Taman Rasuna (PPATR) yang digelar Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) DKI pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Gunung Sahari Selatan Kemayoran telah memasuki sidang ke 6 yang dilaksanakan dilantai dasar ruang Kusuma Admadja-4 pada, Kamis 20 Desember 2018.

Seorang eks karyawan tetap jabatannya selaku komandan security PPATR, Mat Sani yang telah mengabdi selama 20 tahun mengungkapkan rasa kekecewaannya karena dalam sidang PHI ke 6 tersebut tanpa dihadiri kuasa hukum tergugat maupun menejemen PPATR. Mat Sani juga berharap agar permasalahan yang dihadapi cepat selesai dan bisa mendapatkan yang sudah menjadi haknya selaku karyawan karena untuk menyambung hidup.

Hal senada juga disampaikan oleh mantan Reskrim keamanan perusahaan, Bambang Suwignyo yang mengatakan banyak jasa dan loyalitas kepada menejemen PPATR yang ditunjukan olehnya dan rekan-rekannya dalam menjaga dan mempertahankan keamanan apartemen Taman Rasuna.

“Tau-tau kita dikeluarkan sepihak seperti itu, maka dengan ini kami mohon keadilannya. Baik dari majelis hakimnya maupun syukur-syukur saya minta tolong kepada bapak presiden Jokowi untuk membantu kami,” harap Bambang.

Ulrikus Ladja, SH, selaku Kabiro Advokasi Ledham yang juga merupakan sebagai kuasa Hukum penggugat mengatakan walaupun pengacara tergugat tidak hadir, replik tetap diserahkan nanti majelis akan membantu memberikan replik itu kepada tergugat.

“Replik tersebut adalah jawaban penggugat, yakni membantah jawaban kuasa hukum tergugat (pihak menejemen PPATR),” kata Ulrikus Ladja, SH.

Dalam pemaparannya Ulrikus menjelaskan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan menejemen PPATR legal berdasarkan peraturan perusahaan, namun dalam replik ini kita nyatakan PHK tersebut ilegal dan tidak sah.

“Tidak sesuai dengan aturan dari Depnaker kalau dikatakan sah, karena ini belum ada izin Depnaker kita anggap ilegal. Dan secara substansial dikatakan bahwa PHK ini adalah akal-akalan saja. Sidang akan dilanjutkan pada 10 Januari 2019 dengan agenda duplik dari pengacara tergugat,” ungkapnya.

Terpantau publikasinews.com, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Lembaga Advokasi Hak Azasi Manusia (DPW LEADHAM) Jawa Tengah, Dr (H.C), Ir. Rismauli D. Sihotang saat memberikan tanggapannya terkait ketidak-hadiran pihak tergugat, ia mengatakan bukan wewenang dan domain Leadham untuk menanggapi. Datang atau tidak untuk menghadiri persidangan tergugat punya hak.

“Dalam hal ini, penindakan apapun terhadap ketidak-hadiran mereka yang (diduga) melanggar hukum didalam peraturan beracara itu urusan para majelis yang terhormat,” tutur Risma panggilan akrab wanita tangguh ini.

Risma juga mengungkapkan saat ditanya apakah ada pembicaraan terkait mediasi, dirinya mengatakan belum ada komunikasi dua arah. “Belum ada sampai saat ini, mereka belum menghubungi kita. Saya paham maksudnya, sampai detik ini belum ada tidak tau nanti,” ucapnya.

Kita masih tetap terbuka, lanjut Risma. “Apa sih yang tidak bisa dicarikan solusi tetapi dalam arti solusi atau jalan keluar yang win-win solution, tidak ada terlanggar hak-haknya (karyawan) terhadap apa yang menjadi tuntutan didalam perkara perselisihan perburuhan yang tengah kita tangani saat ini,” papar Risma.

Dalam kesempatan ini, Risma berharap kepada pemerintah untuk memperhatikan karyawan kecil. “Tolonglah perhatikan kiranya ini menjadi suatu pencerahan didalam hukum beracara perselisihan antara buruh dengan perusahaan. Dalam hal ini karyawan security di apartemen Taman Rasuna terhadap majikannya (PPATR), pengelola diapartemen tersebut yang diangkat oleh penghuni,” imbaunya.

“Nah, kita minta supaya kiranya kedepan menjadi pilot project agar bisa dimenangkan orang kecil. Jangan ada kriminalisasi terhadap hak azasi (manusia) orang kecil, apalagi mereka sudah bekerja puluhan tahun dan sebagai karyawan tetap. Berikan yang sudah menjadi haknya serta kewajiban yang memakai jasa (menejemen PPATR),” tandasnya.

Sementara itu, menejemen PPATR saat disambangi awak media dikantor badan pengelola, Joko seorang resepsionis mengatakan bahwa pihak jajaran direksi tidak dapat ditemui dengan alasan meeting. “Semua sedang meeting, mungkin silahkan buat janji lagi atau layangkan surat untuk konfirmasi,” ujarnya kepada publikasinews.com, Jum’at (21/12/2018) petang.

Dalam pasal 151 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) disebutkan bahwa pengusaha, pekerja atau karyawan/buruh, serikat pekerja atau serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Selanjutnya, pasal 151 ayat (2) menjelaskan bahwa jika pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau serikat buruh atau dengan pekerja/karyawan apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh.

Ketentuan pasal 151 ayat (1) dan ayat (2) berarti, PHK tidak boleh dilakukan secara sepihak melainkan harus melalui perundingan terlebih dahulu. Kemudian, apabila hasil perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh atau karyawan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Demikian ketentuan pasal 151 ayat (3) UU ketenagakerjaan.

Adapun lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dimaksud adalah mediasi ketenagakerjaan, konsiliasi ketenagakerjaan, arbitrase ketenagakerjaan dan pengadilan hubungan industrial. Hal tersebut diatur lebih jauh di dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang UU PPHI (Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). (Jar/red)

Komentar

News Feed