oleh

Wibisono, SH, MH Ketua Pendiri Garda PAS : Kepungan Beras Bulog bukti pemerintah seharusnya tidak perlu import

Jakarta, Publikasinews.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) GARDA PAS (Gerakan Nasional Penyelamat Bangsa), Doddy Toisuta mengatakan ke. awak media tentang melimpahnya stock Beras di gudang Badan Urusan Logistik (Bulog).

Dirut Perum Bulog, Budi Waseso untuk diminta tidak melakukan import beras 2019 harus didukung, karena publik beranggapan pemerintahan Jokowi-JK selama ini, diduga kurang melindungi petani lokal. Pemerintah hanya mengandalkan beras import untuk memenuhi cadangan stock nasional.

“Stock Bulog yang berjumlah sebanyak 2,1 juta ton tersebut, diperkirakan sebanyak 1,850 juta ton berasal dari beras import,” ujar Doddy.

Masih kata Doddy, bahwa idealnya 1 juta ton sudah cukup untuk pengamanan stock, karena bulan Maret 2019 sudah masuk musim panen raya.

“Namun sangat disayangkan Swasembada pangan beras yang terjadi pada tahun 1985 di era pemerintahan presiden Soeharto, hanya merupakan prestasi memori dan bukan merupakan prestasi lanjutan dalam mempertahankan swasembada pangan,” ungkap Doddy.

Dalam hal ini, justru diera pemerintahan Jokowi-JK import pangan dilakukan berlebihan terindikasi tidak mampu dikontrol dan dikendalikan secara baik oleh pemerintah.

Sementara itu Ketum Garda PAS, Yusid Toyyib juga menambahkan Beras Bulog kurang diminati konsumen karena faktor harga dan salah penentuan kualitas beras antara premium dan medium.

“Oleh karena itu Garda PAS menyarankan perlu ada skenario pengendalian harga beras yang harus dilakukan pemerintah, yang nantinya akan berimbas beban Bulog tidak semakin besar,” tutur Yusid.

Pada kekeliruan tersebut, lanjut Yusid Toyyib harus segera diperbaiki beras broken 15% dan 25 % broken tidak tergolong beras premium, tetapi tergolong beras berkualitas medium.

“Kekeliruan ini berakibat fatal dalam penetapan harga, maka beras Bulog tidak laku dipasaran dan stabilisasi untuk mencapai harga terjangkau belum tercapai,” kata Yusid yang sekaligus juga sebagai Caleg dari partai Gerindra dapil 1 Kalbar.

Berdasarkan data yang dihimpun, bahwa perbedaan harga mencolok antara beras komersil broken 5% dengan harga beras kualitas medium broken 15%  menjadi mahal/harga tinggi mencapai (18,5%) bila dibandingkan dengan perbedaan harga beras Luar Negeri antara broken 5% dan  broken 15% hanya berkisar (2,43% hingga 2,50%).

Penetapan harga jual SPS beras OP Ex.LN, Pakistan, India, Vietnam saat ini, dengan harga jual beras komersial broken (5%) dianggap sangat mahal, perbedaan harga broken 15% dan 5% cukup tinggi mencapai Rp.1,500/kg atau mencapai 18,5%.

Masih kata Yusid, semuanya ini terjadi lantaran peran importir beras. “Oleh karena itu Garda PAS akan mendesak presiden Jokowi untuk segera perintahkan aparat penegak hukum  mengusut tuntas atas kebijakan impor beras tersebut,” ungkapnya.

Akibat dari impor beras tersebut kerugian dibebankan pada pemerintah dalam hal ini Bulog demi untuk menutupi kerugian tersebut Pemerintah menjual beras pada pedagang dengan sistem bundling/subsidi silang artinya dapat disimpulkan pedagang jadi mensubsidi pemerintah.

Pemerintah harusnya melindungi para pedagang pasar mitra Bulog. Penetapan harga penjualan beras Bulog harus memperhitungan pedapatan pedagang, inflasi, harga penjualan pada konsumen untuk mengurangi beban yang dipikul Bulog.

Penetapan harga beras medium dan premium juga harus memperhitungkan biaya pemasaran, pengolahan, penyimpanan, angkutan dan bunga Bank ditambah dengan keuntungan Bulog yang wajar, sehingga tidak merugikan para pedagang pangan.

“Dengan demikian beban Bulog dapat dikurangi, dan pedagang mitra Bulog tidak dirugikan tetapi memperoleh nilai tambah, sehingga beras Bulog dapat terjual dan stabilisasi harga terjangkau daya beli konsumen dapat tercapai,” pungkas Yusid. Red

Komentar

News Feed