Jakarta, Publikasinews.com – Hari terakhir di Jakarta Aktifis Tolak Tambang Tumpang Pitu Banyuwangi menggelar acara Konfrensi Pers dan acara musik untuk Solidaritas Tumpang Pitu di Aula YLBHI Jl. Diponegoro No 74 Menteng Jakpus hingga Jumat malam (20/7/2018)
Hari Budiawan alias Budi Pego meneriakan perlawanan atas Ekploitasi Tambang emas Tumpang Pitu. “Mari tolak tambang emas Tumpang Pitu… Tolak… Tolak…,” sambil mengepalkan tangan kiri atas.
Aktifis yang baru bebas dari vonis 10 bulan penjara dalam kasus atas demo penolakan tambang emas di Bayuwangi yang dianggap terbukti menyebarluaskan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme – paham yang dilarang di Indonesia – lewat salah satu spanduk protes terhadap tambang emas yang beroperasi di kampung halamannya pada April 2017 ini masih merasakan dampak psikologisnya atas penahannya selama 10 bulan sehingga butuh beberapa saat untuk bisa ikut dalam alunan nada yang dinyanyikan dan mencair dalam hiruk-pikuk acara solidaritas Tumpang Pitu yang digelar YLBHI.
“Jujur, dampak psikologis kejadian kemarin (dipenjara) masih ada,” kata Budi Pego.
Atas dasar dari rangkaian keanehan itu, Budi bersama tujuh aktivis lingkungan lain, berangkat ke Jakarta untuk mengadu masalah tambang kepada pemerintah pusat untuk melakukan audiensi dengan beberapa instansi diantaranya Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Komnas HAM dan Kementrian Lingkunngan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Karena pemerintah daerah selama ini diam saja. Mereka seperti mendukung pertambangan,” sambung Budi.
Hari Kurniawan, selaku kuasa hukum Budi Pego dan kawan-kawannya yang ikut datang di Jakarta sejak tangga 15 Juli 2018 yang lalu telah bersafari dan audiensi ke sejumlah kementerian dan lembaga, untuk mengadukan segala masalah yang mereka dapat di Banyuwangi.
“Kami sudah bertemu satu Direktur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mendesak mereka membentuk tim investigasi masalah tambang ini,” Ucap Hari.
“Kami juga sudah ke Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), meminta mereka menginvestigasi pelanggaran hak asasi di areal sekitar tambang karena sangat banyak pelanggaran HAM.” Lanjut Hari kembali.
Hari dalam hal ini telah mencatat bahwa ada tiga aktivis lingkungan penolak tambang lain yang kini juga telah berstatus tersangka menyebarluaskan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Namun proses mereka masih terkatung-katung di kepolisian. Hari berharap kedatangan para aktivis ke Jakarta dapat membuahkan hal baik bagi Budi dan warga sekitar tambang.
“Karena mereka sebenarnya tidak membutuhkan tambang. Mereka sudah sejahtera lewat pertanian dan berdagang,” ujar Hari.
Hal senada juga disampaikan oleh aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Affandi, dengan menyatakan perbukitan yang dibuka menjadi lokasi tambang sejatinya memiliki dampak lingkungan lebih besar bagi masyarakat sekitar. “Itu kawasan hutan lindung. Tempat mereka mencari obat-obatan selama ini,” ujar Affandi yang ikut hadir di acara Solidaritas Tumpang Pitu di YLBHI.
Sebelumnya, pejabat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menyatakan bahwa aktivitas pertambangan emas terbuka di Tumpang Pitu ramah lingkungan dan tidak mengancam warga setempat.
Namun menurut Ari, seorang perwakilan warga yang ikut datang ke Jakarta menyebutkan keberadaan tambang emas itu telah mematikan ekonomi warga, terutama sektor pertanian dan perkebunan.
“Akibat tambang, bila musim panas, kawasan Tumpang Pitu dilanda kekeringan, tapi jika musim hujan tiba, banjir lumpur sering menerjang,” ujar Ari. (Jewe)
Komentar