oleh

Bambang SH:Tedja Widjaja Gunakan Akta Palsu

Jakarta, Publikasinews.com -Terkait perkara penggelapan sertifikat berikut tanah milik Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 dengan terdakwa Tedja Widjaja sedang dalam proses persidangan,di
Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dalam waktu yang bersamaan mantan kuasa hukum terdakwa Bambang Prabowo SH memberikan surat pernyataan di depan Notaris.

Dalam pernyataanya yang tertuang dalam surat pernyataan yang di tandatani Bambang Prabowo SH menyatakan.”Bahwa kami mengakui Telah diberikan surat-surat yang pada akhirnya kami ketahui tidak benar atau palsu,Pada saat saya bersama dengan
almarhum Prof.Thomas N.Peea,MM.dan Saudara Tedja Widjaja bertemu dengan Kepala UPPRD TanjungPriok Sdr. Simon Paniaitan,baik di kantomya maupun di Senayan City.

Sebagai kuasa yang diberikan baik oleh Sdr. Tedja Widjaja maupun Sdr. Lindawati Lesmana baik sebagai pribadi maupun sebagai Direktur Uta ma PT. Graha
Mahardikka pads tanggal 23 September 2016 (terlampir). Kami mengakui bahwa Sdr. Tedja Widjaja di hadapan kami, telah
melakukan negosiasi atas, Pemecahan sebelum pajak PBB 2016 dibayarkan,
biaya atas pengurusan PBB P-2 yang diluar prosedur dan tidak melakukan pengecekan apapun, baik Surat-surat permohonan maupun pengukuran atau pemeriksaan lapangan.

Sdr.Tedja Widjaja dan Sdr. Simon Panjaitan menyepakati untuk biaya tersebut dengan angka Rp 1 milyar, dan dibayarkan dikantor Sdr.Simon Panjaitan dan kantor UPRRD Tanjung Priok pada sekitar bulan September-Desember.”ungkap Bambang.
Dan yang bersangkutan akan mengajukan diri sebagai Saksi Fakta atas pemalsuan dan penipuan serta penggelapan tanah Yayasan Pendidikan 17 Agustus 1945 Jakarta”. Ungkap Bambang Prabowo.

Semntara itu dalam persidangan Pimpinan Tugiono SH didampingi oleh hakim anggota Mulyadi SH dan Salman SH , Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrik menyatakan , kasus pnggelapan dan penipuan berwal pada tanggal 10 Oktober 2011, Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Jakarta melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Graha Mahardika yang ditandatangani oleh (terdakwa) Tedja Widjaja dengan Dedy Cahyadi mewakili Kampus 17 Agustus 1945 Jakarta.

Kemudian terjadilah perbuatan penipuan dan penggelapan oleh terdawa termasuk memecah sertifikat lahan dengan memalsukan dokumen yayasan.
Terdawa Tedja Widjaja berhasil melancarkan aksinya dan meraup uang hasil penjualan lahan milik Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45) seluas 3,2 hektare (ha) lebih dari Rp 60 miliar.

Perbuatan itu dilakukan terdakwa dan komplotanya pada penghujung tahun 2010.
Lahan cukup luas yang tadinya direncanakan untuk perluasan UTA ’45 di Sunter dijual terdakwa tanpa sepengetahuan pihak Yayasan UTA ’45 dengan memalsukan tanda tangan Pimpinan yayasan dan komisaris perusahaan ( perwakilan dari yayasan ).

Terdakwa Tedja Widjaja tidak hanya sekedar menjual tanah bukan miliknya, tetapi juga menjadikannya sebagai tanggungan hutang atau agunan.

Ketika terbongkar melakukan persekongkolan jahat itu, Dedy Cahyadi dipecat dan diberhentikan dengan tidak hormat pada tahun 2016, setelah sebelumnya dinonaktifkan sejak tahun 2015. Dedy Cahyadi kini menjadi buronan polisi dalam kasus kejahatan pencurian aset yayasan dan penggelapan lahan milik Kampus UTA’45 dan hingga kini belum tertangkap aparat kepolisian.

Pihak Yayasan UTA ’45 merasa dirugikan oleh terdakwa kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Tetdakwa terancam pidana sebagaimana dalam pasal 378 dan 372 KUHP. ( sedangkan kasus pemalsuan dan penggunaan akta palsu, sedang dalam proses penyidikan unit 2 Harda Ditreskrimun di Polsa metro jaya ).

Hingga berita ini diturunkan aparat hukum yang menangani kasus tersebut tidak melakukan penahanan atas diri terdakwa sehingga terdakwa masih bebas berkeliaran, walaupun sudah beberapa kali menjadi tersangka, baik pada Ditreskrimun maupun Ditreskrumsus Polda metro jaya.

Terdakwa terancam pidana sebagaimana di atur dalam pasal 378 dan 372 KUHPidana.

(Dewi)

Komentar

News Feed