oleh

Kadinkes Membantah dirinya tak Komitmen terkait Mal Praktik disalah satu RS Kota Bekasi ?

Kota Bekasi, PublikasiNews.Com – Pertemuan Sudah dilakukan berulang kali dengan pihak keluarga, sudah berulang kali. Sudah ke Kementerian Kesehatan juga karena sudah melayangkan surat, jadi sudah difasilitasi sehingga (dapat terlaksana-red).

Demikian yang dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawati yang menjelaskan tentang pertemuan lanjutan antara Dinas Kesehatan, pihak Rumah Sakit (yang bersangkutan-red), dengan kuasa hukum keluarga korban terkait mediasi. Dinas Kesehatan selaku mediator pertemuan dalam kasus dugaan mal praktik disalah satu RS Swasta Kota Bekasi, yang mengakibatkan buah hati Gustiarini Fahminingrum yang dari Proses Kontrol Kehamilan sampai Proses Persalinan dengan terdaftar sebagai pasien pribadi bukan BPJS; tak dapat diselamatkan yang pada akhirnya meninggal dunia di Runah Sakit tersebut pada tanggal 1 Juni 2019 lalu.

“Memang pada saat itu, kita sudah (lakukan-red) pertemuan dengan pengacaranya, pak Ronny P. Manullang. Dimana pada intinya kita berjanji untuk memfasilitasi pertemuan dengan pihak Rumah Sakit (tersebut-red), ya?,” kata Tanti saat menjawab pertanyaan awak media pada, Selasa (03/03/2020) siang.

“Kita dalam waktu dekat, tentunya memang kita (segera-red) melayangkan teguran kepada pihak RS (tersebut-red), karena bagaimana pun juga kita sudah sepenuhnya kepada pihak Rumah Sakit untuk dapat berkomunikasi dengan pihak keluarga korban (mal praktik-red) dengan secara keluargaan. Tapi kelihatannya sampai saat ini kan masih belum ada penyelesaian,” tutur Tanti.

Oleh karena itu, lanjut Tanti, dirinya telah memberikan tugas kepada bawahannya terkait hal ini. “Saya menugaskan Kabid Yankes (Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan) untuk melayangkan surat teguran. Dan kita juga harus melaporkan kepada Wali Kota Bekasi terkait dengan hal tersebut, insya Allah Minggu ini mungkin kita telah dijadwalkan kembali memanggil Rumah Sakit (itu-red). Dan insya Allah nanti, pengacara pak Ronny kita akan undang untuk bersama-sama,” harapnya.

Masih kata Tanti, bahwa nanti akan memberikan kesempatan sekali lagi pihaknya untuk mengundang, “Setelah itu kita akan Layangkan surat kepada Wali Kota Bekasi, untuk meminta arahan dari beliau terkait masalah (sangat serius-red) ini,” ujarnya.

Kasus dugaan mal praktik, dengan meninggalnya sang bayi, pasangan suami istri Gustiarini Fahminingrum-Addly Saputra Dalimunthe, akibat kelalaian meskipun pihak Rumah Sakit membantahnya, bahwa bukan dari sisi medis, namun ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah dilanggar.

Dalam hal ini, Tanti dengan tegas juga mengatakan bahwa yang namanya MKDK (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran) sudah mengeluarkan. “Pasti dilihat dari segala sisi. Nah, jadi itu sudah menunjukkan bahwa ada dikeluarkannya surat dari MKDK,” pungkasnya.

Namun hal ini justru bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Ronny P Manullang selaku Advokat atau Penasehat Hukum/Para Legal pada Kantor Hukum “RONNY P. MANULLANG & ASSOCIATES”, yang menyatakan bahwa Menurut Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dalam Dugaan Pelanggaran Disiplin Kedokteran pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam 3 hal.

“Melaksanakan praktik dengan tidak kompeten, Tugas dan tanggung jawab terhadap pasien tidak dilaksanakan dengan baik, Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi yang terdiri dari 28 bentuk pelanggaran disiplin. Namun berdasarkan uraian yang disampaikan bahwa, Tenaga Kesehatan (dokter) melakukan 3 bentuk pelanggaran disiplin menurut MKDKI,” ulasnya.

“Pada point (4) : Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut,” terang Ronny.

“Selain itu, pada point (6) : Tidak melakukan tindakan atau asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien atau tidak segera melakukan tindakan medis yang cepat dengan diketahuinya kondisi pasien sangat dalam keadaan membutuhkan pertolongan dan terkesan sengaja mengulur-ulur waktu. Dan pada point (8) : Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran,” papar Ronny.

“Sebenarnya karena ini Cito, seharusnya bisa cepat, batas waktunya itu setengah jam. Kemungkinan bayi itu dapat diselamatkan, tapi karena pasien datang sejak pukul 21:00 WIB pasien tiba di Rumah Sakit karena mengalami pendarahan. Dan sekitar Pukul 00.00 WIB pasien baru mendapat tindakan serius, yang pada akhirnya sang bayi malang itu pun meninggal dunia,” ungkap Ronny.

“Jadi lambannya penangganan, SOP yang tidak jelas, terus tidak menjalankan SOP yang sesuai Undang Undang, bahwa setiap tindakan wajib diberitahukan kepada keluarga, sedangkan ini tidak sama sekali. Ada keluarga, suami, orang tua yang seharusnya di informasikan akan dilakukan tindakan medis, seperti ini seperti itu,” tukas Ronny.

Selain itu, Ronny juga menegaskan dalam hal tidak adanya pemberitahuan kepada pihak keluarga, jelas telah terjadinya tindakan pelanggaran yang nyata dilakukan oknum pihak Rumah Sakit. “Maka jika ada pelanggaran SOP secara otomatis ada pelanggaran terhadap Undang Undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengatakan Ayat (1) “Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga” dan Ayat (3) “Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya. Serta Pasal 58 ayat (1) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tersebut,” tandasnya.[]red

Reporter : Zark/Poetra

Komentar

News Feed