oleh

Perdagangan Harga Minyak Tanah Mentah Dunia Mengguat Sekitar 3%

Jakarta, Publikasinews.com – Harga minyak tanah mentah dunia menguat sekitar 3 persen pada perdagangan Selasa (15/1), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi berkat rencana China meluncurkan kebijakan untuk menstabilkan laju  Perekonomin yang tengah melambat.

Dilansir dari Reuters, Selasa (16/1), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$1,65 atau 2,8 persen menjadi US$60,64 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah AS berjangka West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,6 atau 3,2 persen menjadi US$52,51 per barel.

“Sebagian ketakutan terkait perlambatan ekonomi di 2019 sepertinya mulai surut,” ujar Direktu Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian di Stamford, Connecticut, AS.

Menurut McGillian, pasar tertarik pada pemberitaan terkait proyeksi ekonomi yang mungkin lebih baik dari yang diperkirakan.

Pada Selasa (15/1) kemarin, Komisi Pengembangan dan Reformasi Nasional China memberikan dorongan pada pasar dengan memberikan sinyal bakal meluncurkan lebih banyak stimulus fiskal.

Hal tersebut melawan sentimen yang berkembang di awal pekan saat harga minyak mentah merosot lebih dari dua persen setelah China merilis data pelemahan ekspor dan impornya.

Namun demikian, kedua harga acuan turun tipis pada perdagangan pascapenutupan setelah pembuat kebijakan Inggris mengalahkan kesepakatan pemisahan Inggris dari Uni Eropa (Brexit) Perdana Menteri Inggris Theresa May dengan telak. Kondisi ini memicu pergolakan politik yang dapat membuat Inggris keluar dari Uni Eropa secara serampangan atau bahkan tidak jadi keluar.

Sebagai catatan, suara parlemen Inggris tercatat 432-202 melawan kebijakan May. Hal tersebut memicu ketidakpastian ekonomi yang membebani pasar.

Secara fundametal, pemangkasan produksi minyak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, atau OPEC+ mulai meredakan ketakutan akan kelebihan pasokan.

Pada akhir 2018, OPEC+ menyepakati untuk memangkas pasokan minyak sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) mulai Januari 2019. Kebijakan itu dimaksudkan untuk mengatasi membanjirnya pasokan minyak global.

Sumber Reuters menyatakan OPEC+ berencana menggelar pertemuan pada 17-18 Maret 2019 untuk memantau pelaksanaan dari kesepakatan tersebut. Selain itu, OPEC+ juga akan kembali menggelar pertemuan pada 17-18 April 2019 untuk memutuskan apakah kesepakatan itu akan diperpanjang dari kesepakatan awal yang hanya enam bulan.

Selain itu, harga minyak juga mendapatkan topangan dari data berkurangnya jumlah rig minyak di AS. Jajak pendapat analis Reuters juga memperkirakan persediaan minyak mentah AS bakal merosot selama dua pekan berturut-turut.

Data jumlah rig dapat menjadi indikator perlambatan pertumbuhan produksi minyak AS yang telah menjadi produsen minyak terbesar di dunia pada 2018.

Namun demikian, produksi minyak mentah AS diperkirakan tetap akan mencetak rekor baru dengan menembus level 12 juta bph tahun ini dan akan terus menanjak hingga hampir menyentuh level 13 juta bph tahun depan. Hal itu seperti diungkap oleh Badan Administrasi Informasi Energi AS dalam proyeksi yang pertama untuk produksi 2020.

Pasar minyak juga mendapatkan dorongan dari pemberitaan AS tidak akan memberikan pengecualian pemberlakuan sanksi Iran lebih jauh.

Pada Selasa (15/1) kemarin, Perwakilan Khusus AS di Iran Brian Hook menyatakan AS tidak akan mengabulkan pengecualian pemberlakuan sanksi pada sektor perminyakan Iran. Kebijakan tersebut dapat membatasi pasokan minyak Iran ke pasar dalam beberapa bulan ke depan.

Sinyal positif tersebut bersamaan dengan ekspektasi terhadap dilakukannya pembicaraan perdagangan AS -China kembali untuk meredakan tensi perdagangan telah mendongkrak harga minyak dan pasar saham dunia. Namun, ketakutan akan perlambatan laju perekonomian global masih membayangi.

“Sepertinya pasar tengah berada di masa sulit untuk memutuskan cerita mana yang dipercaya,” ujar konsultan JBC Energy. Red

Komentar

News Feed