oleh

Perkembangannya Tak Jelas, KPADK Adukan Kasus Pengadaan Boiler ke Mabes Polri

-Berita-2.557 views

Jakarta, Publikasinews.com – Kasus pengadaan Boiler Unit 4 pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lati yang pada tahun 2018 bermasalah lalu dilaporkan ke Polres Berau diduga tak jelas perkembangannya, telah diadukan oleh Komando Pertahanan Adat Dayak Kalimantan (KPADK) ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

KPADK mengadukan masalah ini ke Mabes Polri karena hingga kini belum ada perkembangan atas penyelidikan kasus Pengadaan Boiler Unit 4 yang bermasalah tersebut.
“Kasus pengadaan boiler pembangkit untuk PLTU Lati , senilai Rp. 140 miliar itu terjadi pada tahun 2015 dan sampai sekarang belum ada perkembangan yang bisa menjadi kepastian hukum ,” ujar Ketua KPADK wilayah Berau, Siswansyah di Mabes Polri, Jakarta, Senin (29/04/2019).

Menurut Siswansyah, sebelumnya kasus ini sudah dilaporkan oleh Direktur PT. Indo Pusaka Berau, Najamudin kepada pihak Polres Berau berdasarkan nomor LP/38/III/2018/Kaltim/Res Berau pada tanggal 19 maret 2018.

“Namun sampai saat ini belum ada tindakan hukum kepada tersangka dan pelimpahan berkas kepada Kejaksaan Negeri Berau, padahal dari kasus ini negara sudah dirugikan Rp. 14,85 miliar,” jelas Siswansyah.

Seperti diketahui mantan Direktur PT.Indo Pusaka Berau (IPB),  Chairuddin diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Oktober 2018 lalu, berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi. 

Siswansyah juga melalui KPADK sudah menyurati Kapolri terkait lambatnya penanganan hukum yang dilakukan Polres Berau.

“Tadi saya disarankan agar kasus ini dilakukan gelar perkara di Jakarta, agar penegakan hukum bisa terlihat adil dan transparan, saya juga sudah sampaikan jika tersangka tidak dilakukan penahanan dengan alasan harus cuci darah” tegas dia.

Menurutnya, KPADK bersama masyarakat Berau berharap dengan adanya gelar perkara di Jakarta atau Mabes Polri, masyarakat bisa melihat perkembangan kelanjutan kasus turbin dan Boiler unit 4 PLTU Lati yang sudah menyusahkan rakyat akibat tidak terpenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat Berau.

Beban Bunga Pinjaman Ditanggung Pemkab dan PT.IPB

Diketahui, dalam keterangan kepada KPADK, PT Indo Pusaka Berau (PT. IPB) selaku pengelola PLTU Lati, meminjam dana dari bank sebesar Rp 43 miliar pada tahun 2015, dan sebesar Rp 14,8 miliar digunakan untuk uang muka proyek boiler unit 4 yang hingga sekarang belum juga terealiasi.

Najemuddin yang juga pelapor sekaligus Direktur PT IPB yang masih aktif menyatakan, jika proyek ini sangat merugikan pihaknya dan masyarakat.  Jika proyek berjalan sejak akhir tahun 2015, seharusnya listrik dari pembangkit unit tersebut sudah bisa digunakan.

Akibatnya, setiap terjadi pemeliharaan atau kerusakan di pembangkit yang ada, maka suplai daya ke PT PLN Area Berau berkurang, dan masyarakat jadi korban pemadaman listrik bergiliran.

Selain itu itu, karena proyek tak berjalan IPB terus membayar angsuran beserta bunga, cash flow (arus kas/keuangan) perusahaan juga terganggu.

Dikutip laman resmi PT. IPB komposisi Pemegang Saham PT Indo Pusaka Berau adalah adalah sebagai berikut ,PT Indonesia Power sebanyak 50%,

Pemerintah Kabupaten Berau sebanyak 35% dan PT Pusaka Jaya Baru sebanyak 15%.

Pada tahun 2012 terjadi pengalihan saham sebanyak 10% dari Pemegang Saham PT Pusaka Jaya Baru kepada Pemerintah Kabupaten Berau yang mengakibatkan komposisi saham menjadi : PT Indonesia Power sebanyak 47%, Pemerintah Kabupaten Berau sebanyak 49%, dan PT Pusaka Jaya Baru sebanyak 4%.

Kejari Berau Menunggu Pengembalian Berkas

Dikutip Berau Post pada Jumat (12/04/2019) pernyataan  Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Berau Digdiyono Basuki Susanto mengakui hingga kamis (11/4/2019), pihaknya belum menerima pelimpahan berkas perkara proyek Boiler Unit 4 pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lati, dari penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Berau.

Diakui Susanto hingga saat ini masih tahap P19 atau pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi. Karena masih ada kekurangan pada berkas tersebut. 

“Sehingga tim peneliti kejaksaan beberapa waktu lalu mengembalikan berkas tersebut ke penyidik untuk dilengkapi serta menyertakan petunjuk kepada penyidik,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa memang tidak ada batasan waktu dalam melengkapi sebuah berkas yang dinyatakan belum lengkap, namun pihak kepolisian mesti mengupayakan agar dalam waktu dekat, berkas tersebut sudah lengkap.

“Yang dibatasi waktunya, itu hanya setelah dinyatakan lengkap (pelimpahan tahap II). Jika pelimpahan tak kunjung ada, tentu dilayangkan surat P21A atau pertanggungjawaban berkas yang sudah dinyatakan lengkap tersebut,” jelas Susanto.

Komentar

News Feed