Opini, Publikasinews.com – Pantura Jabar kemarin menjadi saksi bahwa kecintaan rakyat pada Prabowo tak pernah surut. Melihat momen-momen saat rakyat memeluk sang Jendral menjadi sumber keharuan. Jabatan tangan bermakna harapan perubahan. Banyak yang hanyut dengan perasaan ditengah himpitan persoalan yang ditanggung rakyat saat ini.
Disini tahun 2014 Prabowo menuai besar sekali suara dukungan. Sebanyak 14.167.381 (59,78%) suara berhasil direbut Prabowo kala itu. Berbanding 9.530.315 (40,22%) suara yang dimiliki Jokowi. Ini menunjukan fakta bahwa rakyat Jawa Barat mengharapkan Prabowo menjadi Presiden kala itu.
Sekarang rakyat susah. Harga-harga yang menjadi kebutuhan dasar bagi rakyat melambung tinggi. Listrik, BBM, sembako merupakan hal vital yang paling mempengaruhi ketahanan masyarakat untuk terus bertahan menghadapi semua keadaan. Mereka bergetar memeluk Prabowo tanpa kata, seakan mengaduh.
Prabowo memahami persoalan rakyat. Bukan kali ini ia bercengkrama dengan lapisan masyarakat di bawah. Pilkada tempo hari, Prabowo juga menangkap persoalan yang sama di DKI Jakarta. Prabowo selalu katakan bahwa persoalan republik ini adalah soal keberanian negara untuk berdaulat secara utuh atas seluruh kekayaan nasional. Kekayaan inilah yang harus dipertahankan dan dikelola sebaik-baiknya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pasca pemilu 2014 Prabowo tidak diam. Gagasan-gagasan perubahan ia terjemahkan dengan melakukan proses kaderisasi putra-putri terbaik bangsa di bukit Hambalang. Puluhan ribu orang. Mungkin ratusan ribu. Mereka dari berbagai kalangan ditempah untuk memahami jati diri bangsa Indonesia. Prabowo sangat serius lakukan ini. Ia memahami bahwa proses ideologisasi adalah jalan untuk menanamkan keyakinan bahwa apa yang terjadi pada republik ini adalah paradoks.
Getaran visi perubahan Prabowo tampaknya sampai hingga ke hati rakyat. Getaran-getaran tadi berhimpun menjadi keharuan dan kerinduan. Tanpa kata, seakan setiap hati diantara mereka ingin berkata: kita harus lakukan sesuatu untuk SELAMATKAN INDONESIA RAYA.
Oleh: Gusmiyadi Goben
Aktivis Indonesia Bergerak
Komentar