oleh

Sengketa lahan dengan PT Bravo, Biro Hukum DKI Dipertanyakan

-Uncategorized-2.295 views

Jakarta,PUBLIKASInews.com – Nining Prihatin (Mega) kuasa tanah milik Hindun Budarti, menilai janggal keluarnya surat dari Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta bernomor 2483/-1.711.322 tanggal 3 November 2017, yang menjadi salah satu acuan surat permohonan pengamanan pengembalian batas lahan yang diklaim milik PT Bravo Target Selaras, oleh Pemerintah Kota Jakarta Selatan (Pemkot Jaksel).

Menurut Mega, surat keluar di tengah sengketa hukum antara dirinya dengan Bravo, yang sesungguhnya turut diketahui Biro Hukum.

“Pihak Biro Hukum tahu dan paham bahwa di lahan yang mau dilakukan pengembalian batas dikawasan Jalan Jatayu, Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan itu disengketakan,” kata Mega dalam keterangan tertulis, Jumat (12/1/2018).

Mega menjelaskan biro hukum mengetahui adanya perkara hukum di atas tanah seluas 9.655 meter persegi itu, karena beberapa kali mengadakan rapat dengan pihak yang bersengketa. Setidaknya, rapat tiga kali dihelat mulai 2015 hingga 2017.

Rapat perdana digelar pada tanggal (15 Desember 2015 ), yang diadakan lantaran munculnya surat peringatan (SP) satu hingga tiga, dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan.

“Surat peringatan itu isinya meminta penghuni lahan yang diklaim PT Bravo, yang merupakan orang-orang (penyewa lahan) saya, meninggalkan lokasi. Upaya pengosongan lahan itu dilakukan karena sebelumnya Pemerintah Kota Jakarta Selatan sepengetahuan Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi, diminta Bravo,” ujarnya.

Karena merasa dirugikan, pihak Mega mengadukan nasibnya ke Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mega sempat berjumpa Ahok di Balai Kota DKI selama 10 menit, dan menyampaikan keluh-kesahnya.

Ahok menanggapi dengan meminta sejumlah bukti atau dokumen kepemilikan Mega di lahan yang diklaim PT Bravo. Perbincangan diakhiri dengan permintaan suami Veronica Tan itu, agar Mega bersurat melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Surat ditujukan kepada Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta, yang isinya meminta perlindungan hukum dari perkara yang menjerat.

“Setelah surat dikirim, rapat diadakan Biro Hukum,” ucapnya.

Rapat dipimpin oleh Kepala Sub Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Haratua Purba, di kantor instansi tersebut. Rapat melibatkan pihak yang bersengketa seperti Mega dan Bravo, juga pihak Umar bin Idin yang merupakan pemilik awal lahan, serta instansi pemerintah terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), kecamatan dan lainnya.

Isi rapat meliputi permintaan keterangan seluruh pihak terkait dan pemaparan bukti dan dokumen kepemilikan. Hasil rapat, menurut Mega, yaitu menangguhkan pengosongan lahan untuk sementara, karena masih terdapat perkara hukum. Informasi ini diketahui Mega dari sumber yang ia percaya, yang berasal dari pegawai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

“Memang kita pihak yang bersengketa nggak dapat salinan keputusan hasil rapat. Tapi bukti bahwa pengosongan Bravo bermasalah ialah adanya informasi jika setelah itu salah satu pejabat bagian hukum di Pemerintah Kota Jakarta Selatan, orang yang turut bertanggungjawab terhadap upaya pengosongan lahan, dicopot dari jabatannya,” beber dia.

Namun usai rapat perkara tak selesai. Mega mengaku dikirimi surat dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan yang disebut sepengetahuan Wali Kota, berisi permintaan penyelesaian perkara secara musyawarah. Alasannya, pihak Bravo dikatakan masih memiliki keinginan menuntaskan masalah dengan duduk bersama.

Karena merasa berhak atas tanah, pihak Mega menolak ajakan itu. Ia memilih menyelesaikan masalah ke jalur hukum.

“Maka muncullah rapat kedua, pada tanggal (1 Agustus 2016 ),” kata Mega.

Rapat dipimpin orang dan pihak penghadir yang sama. Hasilnya juga tak jauh berbeda dengan rapat awal.

Adapun rapat terakhir, dilaksanakan tanggal (11 Agustus 2017).Kali ini, rapat tak melibatkan Haratua, yang digantikan Nur Fajar, Kepala Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta.

Mega menduga, rapat digelar karena adanya permintaan Bravo ke Pemerintah Kota Jakarta Selatan, agar kembali dilakukan upaya pengosongan.

Tak berbeda dengan yang pertama dan kedua, isi rapat juga meminta keterangan pihak yang bersengketa dan terkait, serta pemaparan bukti kepemilikan. Bedanya, permintaan keterangan dan pemaparan dilakukan secara bergantian satu per satu dari pihak yang berperkara.

“Setelah giliran saya kan Bravo, saya diminta keluar ruangan, tapi saya nggak mau karena mau mendengarkan,” tuturnya.

Mega menuding rapat ketiga dilaksanakan dengan mengabaikan hasil keputusan rapat pertama dan kedua. Tidak ada yang dihasilkan dari rapat terakhir, hanya keputusan yang menggantung. Padahal, sejumlah penolakan pengosongan lahan disampaikan perwakilan instansi pemerintah terkait.

“Saya juga dapat informasi bahwa notulensi atau hasil penilaian instansi pemerintah terkait yang ikut rapat seperti Satpol PP, BPN Kanwil (kantor wilayah) DKI Jakarta, Kecamatan Kebayoran Lama, menolak dilakukannya pengosongan karena alasan masih adanya perkara. Tapi kabarnya notulensi atau penilaian itu tak dianggap,” ungkap Mega.

Upaya dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan sendiri baru muncul kembali pada tanggal (18 Desember 2017), melalui surat permohonan pengamanan kepada Polres Metro Jakarta Selatan untuk pengembalian batas lahan Bravo pada tanggal (20 Desember 2017).Surat muncul setelah adanya surat dari Biro Hukum dan Bravo.

Surat permohonan pengamanan ke kepolisian itu dibenarkan salah satu perwira di Polres Metro Jakarta Selatan. Namun pengamanan urung dilakukan, lantaran polisi menilai masih adanya perkara hukum pada lahan yang ditangani Polda Metro Jaya.

“Kalau mengingat sudah ada tiga kali rapat, kan seharusnya Biro Hukum nggak mengeluarkan surat yang menjadi acuan Pemerintah Kota Jakarta Selatan untuk melakukan pengembalian batas lahan. Karena mereka sudah tau ada sengketa di sana. Tapi kenyataannya tetap keluar itu surat, ini kan menjadi pertanyaan, ada apa, kok bisa?,” tandas Mega.

Sementara, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah belum memberikan tanggapan atas perkara ini. Pesan singkat pertanyaan terkait keluarnya surat yang dikirim ke nomor ponselnya tak dibalas. Berkali-kali sambungan telepon yang diusahakan juga tak direspon berarti,”

Komentar

News Feed