oleh

Tanpa Ada Saksi Pelapor Dan Barang Bukti Reginald Rorimpandey SE Dituntut 2,6 Tahun

Jakarta, publikasinews.com –Persidangan dugaan pemalsuan dengan terdakwa, Reginald Rorimpandey SE, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, sampai pada agenda tuntutan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdul Rauf SH MH., dari Kejaksaan Agung RI menjatuhkan Tuntutan 2 Tahun dan 6 bulan pidana Penjara terhadap terdakwa, Reginald Senin (27/05/2019). Dihadapan Ketua Majelis Hakim Ramses Pasaribu SH., Abdul Rauf mengatakan, terdakwa Reginald dijatuhi hukuman 2,5 tahun karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat membuat suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.

Tuntutan yang dijatuhkan JPU Abdul Rauf itu dianggap suatu keanehan dan kebodohan. Sebab, dalam pembuktian JPU tidak dapat membuktikan dakwaannya, yang mana saksi pelapor Roh Jae Chung (WNA) Korea Selatan tidak pernah diperiksa dipersidangan. Jaksa tidak mampu menghadirkan saksi.
” Padahal saksi ahli mengatakan bahwa keterangan yang terungkap dipersidanganlah yang menjadi keterangan yang sebenarnya dalam proses pemeriksaan suatu perkara. Oleh karena itu, dalam setiap persidangan perkara pidana yang diperiksa pertama kali adalah saksi pelapor. Jadi semua keterangan saksi-saksi akan merujuk kepada keterangan saksi pelapor. Dan atau menguatkan keterangan saksi pelapor,” ujar Penasehat Hukum terdakwa, Jeni Marthen kepada wartawan , usai mendengarkan JPU Andul Rauf membacakan surat tuntutannya.

JPU Abdul Rauf menyebutkan barang bukti berupa : satu bundel fotocopy akta No.2 tanggal 28 Februari 2014 hasil RUPS-LB 26 Februari 2015 yang dibuat dihadapan Notaris Liez Safitri Notaris di Tangerang. JPU Abdul Rauf tidak dapat menunjukan bukti yang sah dipersidangan. Semua bukti-bukti yang dihadirkan kepersidangan adalah foto copy. Sehingga majelis hakim yang memeriksa persidangan mempertanyakan legalitas bukti yang diajukan jaksa.

Awalnya Abdul Rauf mengatakan bahwa bukti asli ada. Tapi pada saat tahap II, katanya bukti itu tercecer. Sehingga Abdul Rauf memohon kepada majelis untuk memberikan waktu kepadanya untuk mencari bukti-bukti itu. Namun pada persidangan berikutnya saat Majelis menegaskan bahwa persidangan akan dilanjutkan tanpa atau dengan bukti-bukti dari jaksa, maka akhirnya Abdul Rauf menyerah.

“Majelis, kami tidak sanggup lagi menghadirkan bukti yang asli, selanjutnya kami serahkan kepada majelis,” ujar Abdul Rauf menanggapi pernyataan Hakim Ramses Pasaribu.

“Ya, kami tahu. Persidangan ini akan berlangsung sampai pada keputusan akhir. Apapun putusan akhir yang akan diputuskan majelis adalah hasil dari pemeriksaan persidangan. Saudara jaksa tidak mampu menghadirkan saksi pelapor dan saudara jaksa juga tidak mampu menghadirkan bukti-bukti yang asli. Majelis pastinya sudah dapat mempertimbangkan itu,” terang Ramses.

Kemudian Ramses menambahkan: “Sebenarnya bukti itu sangat penting. Kita dipersidangan ini untuk membuktikan benar tidaknya keterangan saksi pelapor, apakah keterangannya itu didukung bukti bukti? Kan begitu. Sementara foto kopy bukti yang saudara jaksa tunjukkan dipersidangan berbeda dengan bukti yang ditujukan terdakwa. Oleh karena itulah majelis ingin membuktikan bukti siapa yang autentik.” Pungkasnya. Ada puluhan bukti-bukti yang dilampirkan JPU dalam berkas perkara, tapi tak satupun bukti itu yang asli.

Selain itu JPU dalam pasal dakwaannya sebagaimana dalam pasal 263 KUHP yang berbunyi: “Melakukan tindak pidana membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat membuat suatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam “jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.

Dalam pasal ini jelas dikatakan “Jika pemakaian tersebut menimbulkan kerugian”.
Menurut Jeni Marthen, bahwa akte 02 28 Februari 2014 hasil RUPS-LB 26 Februari 2014 itu yang disebutkan Jaksa didakwaannya itu tidak pernah dipergunakan. Karena perusahaan tidak beroperasi. Alias vakum.

“Sebagaimana keterangan saksi ahli pidana yang didengarkan dipersidangan mengatakan, bahwa pasal 263 ayat (1) KUHP dapat didakwakan jika perbuatannya ada menimbulkan kerugian, maka dakwaan itu menjadi banci,” ujar Jeni Marthen menjelaskan dakwaan yang didakwakan JPU.

Kemudian Jeni menjelaskan bahwa terdakwa tidak memiliki jabatan dalam perusahaan. Jadi kemungkinan untuk mempergunakan surat akta itu sangat tidak mungkin. Oleh karena itu Jeni berkesimpulan bahwa jaksa telah salah mendakwa orang.

“Jika JPU serius dalam dakwaannya itu, seharusnya yang dijadikan terdakwa adalah komisaris. Ditektur. Terdakwa Reginald ini tidak ada jabatan, jadi jaksa keliru dalam dakwaannya,” pungkas Jeni Marthen menyudahi tanggapannya terhadap tuntutan Jaksa Abdul Rauf.

(Dewi)

Komentar

News Feed