oleh

Warga Bekasi diagnosa Demam Berdarah Di Kubur Positif COVID-19, Bisnis RS Awal Bros?

Kota Bekasi, PublikasiNews.Com | Kalau protokol kesehatannya jika dia (pasien) meninggal diketahui bukan Covid-19, (sebelum) meninggal diketahui bahwa dia negatif ya, ngak mungkin dilakukan protokol pemulasaran. Berarti ada yang salah, ada yang salah.

Hal ini disampaikan Wali Kota Bekasi, Dr. H. Rahmat Effendi ketika ditemui awak media di sela-sela kesibukannya di Posko Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, Stadion Patriot Chandrabaga yang terletak di Jalan Jend. Ahmad Yani Nomor 2, Kayuringinjaya Bekasi Selatan, Kota Bekasi Jawa Barat pada, Kamis (04/6/2020) siang.

Dalam penuturannya, Rahmat Effendi selaku Wali Kota Bekasi menganggap bahwa ada yang salah secara prosedur dan teknis terkait pemakaman tersebut. Dan jika protokol pemakaman itu berpedoman pada hasil pemeriksaan (Non reaktif dan Swab negatif) pasien sebelum meninggal maka dianggapnya ada yang salah dengan protokol pemakaman pasien negatif, apalagi pemakamannya dilaksanakan secara prosedur protokol Covid-19.

Seperti diketahui, Ny. Parha (59) yang merupakan pasien RS Awal Bros dengan diagnosa penyakit Demam Berdarah telah menarik perhatian atas prosedur yang dalam proses pemakamannya dengan protokol COVID-19.

Pihak keluarga pun meradang atas akibat perlakuan pemakaman terhadap jenazah orang tua mereka. Efek dari dampak hal tersebut, keluarga almarhumah Parha terindikasi dikucilkan lingkungan sekitar rumah akibat pemakaman secara protokol Covid-19.

Yaser yang mewakili dari pihak keluarga sangat menyesalkan apa yang dilakukan pihak RS Awal Bros atas pemakaman almarhumah Parha. “Pihak keluarga tidak terima atas tindakan yang dilakukan, ironisnya tetap saja dilakukan protokol COVID-19 yang dilaksanakan. Maka ada dugaan oknum RS Awal Bross yang seperti menerapkan kebijakan B2B ?,” ulasnya.

Pihak keluarga, lanjut Yaser diminta sejumlah uang hingga puluhan juta rupiah oleh pihak rumah sakit jika jenazahnya mau diambil. “Kami harus mengganti puluhan juta jika jenazah Ny. Parha mau dikuburkan secara umum dan dibawa pulang sendiri oleh pihak keluarga,” ungkap Yaser.

Hal ini pun dibenarkan anggota keluarga (anak) Ny. Parha lainnya, sebut saja (B). “Iya betul, jadi kita pakai jaminan awalnya BPJS, tapi ketika orang tua saya tidak mau dimakamkan secara Covid katanya saya harus menebus biaya obat, biaya perawatan selama dua hari senilai Rp 20 hingga Rp 30 juta,” tegasnya.

Pihak keluarga mencurigai atas perlakuan tersebut, karena saat pihak keluarga meminta rincian (biaya-nya) tidak diperbolehkan malah memutar mutar perkataan diduga ada kaitan penetapan protokol pemakaman Covid-19 dengan ajang “Bisnis to Bisnis (B2B)” yang tentunya berkaitan dengan anggaran pasien Covid-19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan virus Corona COVID-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi. Alasannya, karena virus tersebut telah menyebar semakin luas di seluruh dunia sehingga cara alternative harus di lakukan oleh negara-negara untuk mengurangi dampak dan penyebaran virus corona yang telah menginfeksi dan menjebabkan kematian tinggi penduduk dunia.

drg. Rina Oktavia selaku Koordinator Pelayanan Gugus Tugas (Dinas Kesehatan Kota Bekasi) mengatakan pihaknya berpedoman pada protokol Badan Kesehatan Dunia/World Health Organitation (WHO) tersebut.

“Kalau kita dari Dinas Kesehatan, kita berdasarkan dengan protokol dari WHO. Itu semua yang meninggal dalam masa Pandemi COVID-19, diperlakukan seperti protokol Covid. Tapi dalam penguburannya dibedakan, proses dan areal pemakamannya antara pasien positif dan pasien penyakit khusus dibedakan,” kata drg. Rina.

“Tapi intinya setiap (pasien) yang meninggal dimasa pandemi Virus Corona, kita perlakukan seperti protokol Covid-19. Jika pasien beridentitas (KTP) luar Kota Bekasi, kita bekerjasama dengan pemerintah dimana pasien berdomisili untuk pemakamannya,” pungkasnya.

Melalui security media diarahkan untuk menghubungi Yadi selaku perwakilan manajemen RS Awal Bros, dan via sambungan telepon selulernya Yadi menjelaskan bahwa kalau soal pemakaman pasien bukan wewenang pihak Rumah Sakit, yang mengelola itu Pemerintah.

“Mesti dipahami bahwa kalau soal prosedur pemakaman pasien Covid ataupun pasien non Covid, kami tidak mengurus terkait soal pemakaman. Kalau non Covid itu jenazah dibawa pihak keluarga, sedangkan kalau pasien Covid jenazah dibawa oleh pemerintah sebagai penyelenggara pemakaman,” ujarnya.

Masih kata Yadi, bahwa pemerintah daerah yang menangani kalau soal kebijakan dan ketentuan pemakaman pasien meninggal dunia. “Kebijakan protokol pemakaman itu di pemerintah, kami tidak melakukan protokol (terkait proses) pemakaman (jenazah pasien),” papar Yadi.

“Sesuai SK Wali Kota Bekasi itu kita sudah ikuti aturan (dan) ketentuannya. Jadi kalau abang perlu informasi kenapa dilakukan pemakaman secara Covid, tegor aja tuh disana ada P2P ada Dinas Kesehatan segala macam. Itu pusat informasi gugus depan COVID-19,” tandasnya.[]red

Komentar

News Feed